KARYA TULIS PERANAN TAYANGAN TV RERHADAP PERKEMBANGAN KARAKTER ANAK
Peranan Tayangan TV (Televisi) Terhadap Perkembangan Karakter
Anak
KARYA TULIS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Akhir Di
Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur
Oleh:
Sinta Nurjulaiha
NIS:
PESANTREN PERSATUAN ISLAM 04 CIANJUR
Jln. Dr. Muwardi No. 171c By Pass Telp. (0263)2630701 Cianjur 43216
2014 - 2015 M / 1435 - 1436 H
KATA PENGANTAR
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOÏm§9$#
Segala
puji bagi Allah SWT, yang telah menciptakan manusia dengan bentuk yang
sebaik-baiknya dan menyempurnakannya dengan akal sehingga bisa membedakan
antara yang haq dan yang batil, yang shohih dan yang dho’if dan bisa membawa
hidupnya kejalan yang diridhoi Allah SWT.
Syukur
Alhamdulillah kepada Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran
kepada penulis, sehingga penulis bisa dapat menyelesaian dan mengerjakan karya
tulis ini dengan sebaik-baiknya.
Dalam
penulisan ini penulis menemukan berbagai kesulitan dan berbagai hal yang
membuat karya tulis ini sempat terlambat, namun alhamdulillah berkat ridho dan
izin Allah SWT karya tulis ini selesai di susun.
Penulis
menyadari bahwa kelancaran dalam pembuatan karya tulis ini masih jauh dari
sempurna dan dari apa ang di harapkan. Namun berkat adanya dukungan, serta
arahan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penulis bisa menyelesaikan
karya tulis ini. Tidak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada :
1.
Allah SWT yang
telah memberi ridho serta inayah-Nya kepada penulis sehngga dapat menyelesaikan
karya tulis ini.
2.
Babeh dan mamah tercinta yang selalu di hati, yang selalu
mendo’akan, mensuport dan memberi fasilitas kepada penulis dan tak lupa buat
kakak-kakaku dan adik-adiku tersayang yang telah memberikan semangat kepada
penulis.
3.
Al-ustadz E.
Khairuman Ghazaly, S.Pd.I, selaku Mudirul’am Pesantren Persatuan Islam 04
Cianjur.
4.
Al-ustadz Acep
Zaenudin, S.Sos, selaku Mudir Mu’allimin
5.
Al-ustadz
Wildan Fauzi, S.Pd.I, selaku wali kelas XII B IPS yang selalu memberi motivasi
kepda penulis dalam proses penyusunan.
6.
Al-ustadz Irfan
Hikmat, S.Pd.I, selaku pembingbing karya tulis yang telah berkenan memberikan
peunjuk dan bimbingan sehingga karya tulis ini dapat terwujud.
7.
Ibu Rina
Karlinawati, S.Pd.I, dan Ibu Risda Darmayanti, S.Pd.I, yang menjadi ibu kedua dikala perantauwanku
untuk menuntut ilmu .
8.
Seluruh
Asatdizah Pesantren Persis 04 cianjur yang telah meluangkan waktunya untuk
membantu serta membingbing penulis.
9.
Kak Iman
(imong) yang telah membantu penulis dalam menyusun pembuatan karya tulis.
10.
Lefi binti
Daud, Aliya binti Nana, Anbar binti Ateng, Sopia Agustina binti Agus dan Dini
binti Hasan yang selalu mengertikan penulis dan selalu ada dalam suka maupun
duka. Miss You Are JJJ
11.
Teman-teman
seperjuangan yaitu keluarga besar Andalusia, dan terutama keluarga besar BARKIPS,
yang selama 3 tahun selalu bersama-sama dan selalu memberi warna pelangi keceriaan
setiap harinya.
12.
Anak-anak R2 ,anak
anak MIZU SUKUSAI yang salalu memberi warna warni kehidupan untuk penulis dan
tak lupa semua anak ISPA –ISPI yang selalu memberi suport.
13.
Ibu Ilah, Ibu
Lilis serta ibu Eti, yang selalu menyiapkan kebutuhan perut untuk penulis,
sehingga penulis dapat berkonsentrasi dalam pembuatan karya tulis.
14.
Semua pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Cianjur, ,
,2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
B.
Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
E.
Sistematika Penulisan
BAB II Pembahasan
A.
Tayangan TV (Televisi)
1. Pengertian Tayangan TV
(Televisi)
2. Manfaat TV (Televisi)
3. Dampak Tayangan-Tayangan TV (Televisi)
B. Perkembangan Karakter Anak
1. Pengertian perkembangan anak
2. Pengertian Karakter Anak
3. Pendidikan Karakter
4. Faktor yang mempengaruhi pembentukan
karakter anak
C. Pengaruh tayangan televisi terhadap
pembentukan karakter anak
D. Cara mengatasi dampak negatif dari
TV terhadap perkembangan karakter
E. Manfaat tayangan TV terhadap
perkembanngan karakter anak
BAB III PENUTUPAN
A.
Simpulan
B.
Saran
BAB I
PENDAHULAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi sekarang ini, perkembangan teknologi
sudah semakin berkembang, produk elektronik pun semakin menjadi incaran para
konsumen di berbagai pelosok negeri, sehingga akivitas pasar teknologi pun semakin
bersaing, terutama dalam hal audio visual.
Audio visual merupakan salah satu media elekronik yang
banyak di gemari oleh berbagai macam kalangan. Mulai dari kalangan atas hingga
kalangan bawah. Adapun, audio visual yang banyak di lirik oleh para konsumen
adalah TV (Televisi). TV merupakan alat
yang paling mudah untuk menyerap berbagai macam informasi. Informasi yang di
sajikan / disiarkan di dalamnya pun beragam. Dalam penyiarannya, TV tidak hanya
menayangkan informasi semata, ada berbagai macam acara yang selalu menjadi
tontonan menarik bagi semua kalangan.
Di Indonesia TV sedah menjadi barang yang membudaya,
artinya di setiap satu kepala keluaga minimal harus mempunyai satu TV, adapun
dalam penyiaran tayangan TV di Indonesia terdapat beberapa tayangan yang
menarik dari berbagai chanel dan menjadi favorit di semua kalangan, baik
kalangan tua, remaja, hingga kalangan anak-anak pun ikut menyaksikan
tayanganya.
Tayangan TV banyak memberikan informasi kepada
masyarakat, baik itu informasi yang negatif ataupun
positif, masyarakat sekarang tidak terlalu peduli dengan isi dari informasi
tersebut, apakah itu baik atau buruk? Bagi mereka selama informasi itu
menyenangkan dan bisa dinikmati meraka
akan menontonnya, padahal seharusnya masyarakat bisa memilih mana tayangan yang
layak ditonton dan mana yang tidak. Hal ini karena bisa berdampak untuk
kedepannya, khususnya pada perkembangan karakter anak.
Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda,
tergantung dari lingkungan dan dunia pendidikan mereka masing-masing , anak
yang berada dalam lingkungan yang baik pasti akan terbawa baik begitupun
sebaliknya, orang tua sebagai self-control
bagi anaknya harus memberikan lingkungan yang baik bagi perkembangan
karakter anak. Begitupun dengan tontonan, orang tua harus bisa mengarahkan
anaknya dalam menonton tayangan televisi, hal ini karena tidak semua tayangan
televisi itu baik untuk ditonton. Ada beberapa dan banyak tayangan yang tidak
layak untuk ditonton oleh anak-anak khususnya di bawah umur 15 tahun, seperti
tayangan perkelahian, percintaan orang dewasa, kekerasan dalam keluarga, sampai
pembunuhan.
Bila hal ini tidak diperhatikan akan memberikan dampak
yang buruk dan berkepanjangan dalam perkembangan karakter anak, karena tayangan
TV adalah pendidikan yang sangat berpengaruh, karena bukan pendidikan berupa
ucapan, namun perbuatan/contoh langsung, sehingga seorang anak akan terpengaruh
secara langsung untuk berbuat sama seperti yang ada dalam tayangan tersebut,
hal ini karena tayangan tersebut bersifat umum dan bebas, sehingga akhirnya
seorang anak merasa tidak salah berbuat seperti itu, namun bila tayangan itu
baik maka tidak menjadi masalah karena bisa membantu orang tua dan guru dalam
mendidik karakter anak, namun disayangkan karena tayangan televis sekarang sedikit
sekali yang mengajarkan pendidikan yang baik.
Dari permasalahan diatas maka penulis berkeinginan untuk
menelitinya melalui penulisan karya tulis
yang berjudul
“Peranan
Tayangan TV (Televisi) Terhadap Perkembangan Karakter Anak”.
B. Perumusan Masalah
1.
Apa saja tayangan TV (Televisi) yang suka di tonton oleh
anak anak ?
2.
Apakah tayangan TV (Televisi) berdampak terhadap karakter
anak ?
3.
Bagaimana peranan tayangan TV (Televisi) terhadap
perkembangan karakter anak?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa saja tayangan
TV (Televisi) yang suka di tonton oleh anak anak ?
2. Untuk mengetahui apakah tayangan
TV (Televisi) berdampak terhadap karakter anak ?
3. Untuk mengetahui bagaimana peranan
tayangan TV (Televisi) terhadap perkembangan karakter anak ?
D. Metode Penulisan
Metode yang di gunakan dalam penulisan karya tulis ini
adalah metode deskriptif atau perpustakaan, yaitu mengambil sumber dari
referensi yang valid yang bersumber dari buku-buku, Al-Qur’an, Hadis, Artikel
serta Internet. Kemudian penulis menelaah dan mengkaji ulang dari referensi
tersebut, sehingga penulis dapat menyimpulkan seperti apa Peranan Siaran TV (Televisi) Dalam Pembentukan
Karakter Anak itu.
E. Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penulisan
D.
Metode Penulisan
E.
Sistematika penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Tayangan
TV (Televisi)
1. Pengertian Tayangan TV (Televisi)
2. Manfaat dan Fungsi tayangan TV (Televisi)
B.
Konsep dasar perkembangan Perkembangan
1. Pengertian dan Ciri-Ciri Perkembangan
2. Prinsip-Prinsip Perkembangan
3. Fase-Fase Perkembangan
C.
Karakter Anak
1. Pengertian Karakter anak
2. Pendidikan Karakter
3. Faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter anak
D. Tayangan TV (Televisi) yang di sukai anak
E. Dampak tayangan TV (Televisi) terhadap
pembentukan karakter anak
F. Cara mengatasi dampak negatif dari TV
terhadap perkembangan karakter
BAB III PENUTUP
A. Saran
B. Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
BAB
II
LANDASAN TEORITIS PERANAN
TAYANGAN
TV (Televisi) TERHADAP PERKEMBANGAN KARAKTER ANAK
A. Tayangan TV (Televisi)
1. Pengertian Tayangan TV (Televisi)
Tayangan adalah sesuatu
yang dipertunjukkan kepada khalayak baik berupa film, berita, hiburan dan
sebagainya, melalui suatu media elektronik yang dapat menampilkan gambar dan
suara (media audio-visual) dalam hal ini adalah televisi. Sedangakan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 1151), Tayangan adalah sesuatu
yang ditayangkan (dipertunjukkan);
pertunjukan (film dan sebagainya).
Dan sedangkan TV (Televisi) adalah sebuah media
telekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak
beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna. Secara
bahasa kata “Televisi” merupakan gabugan dari kata tele (τῆλε, “jauh”) dari bahasa Yunani dan Visio
(penglihatan) dari bahasa Latin, sehingga TV (Televisi) dapat diartikan sebagai
alat komunikasi jarak jauh yang menggunakan media visual/penglihatan. Sedangkan
dalam bahasa arab, kata
Television ini menjadi “تلفزيون”
yang mempunyai makna :
جهاز نقل الصور والأصوات بوساطة الأمواج الكهربية
“Alat untuk menukil suara dan
gambar dengan perantaraan aliran listrik”.
Penggunaan kata "Televisi" sendiri juga dapat merujuk kepada
"kotak televisi", "acara
televisi", ataupun
"transmisi televisi". Penemuan televisi disejajarkan dengan
penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah
peradaban dunia. Di Indonesia 'televisi' secara tidak formal sering disebut
dengan TV (dibaca: tivi, teve ataupun tipi.)
Sedangkan pengertian TV (Televisi) menurut pendapat
para ahli teknologi dan komunikasi yaitu:
·
Menurut Ilham Z, TV (Televisi) adalah alat penangkap siaran bergambar,
yang berupa audio visual dan penyiaran videonya secara broadcasting. Istilah
ini berasal dari bahasa yunani yaitu tele (jauh) dan vision (melihat), jadi
secara harfiah berarti “melihat jauh”, karena pemirsa berada jauh dari studio
tv.
·
Menurut Adi Badjuri, TV (Televisi) adalah media pandang sekaligus media
pendengar (audio-visual), yang dimana orang tidak hanya memandang gambar yang
ditayangkan TV (Televisi), tetapi sekaligus mendengar atau mencerna narasi dari
gambar tersebut.
·
Menurut Soejakanto TV (Televisi) merupakan sistem elektronik yang mengirimkan
gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini
menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara ke dalam gelombang
elektronik dan mengkonversinya kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan
suaranya dapat didengar.
·
Dalam Baksin (2006:16) mendefinisikan bahwa: “TV (Televisi)
merupakan hasil produk teknologi tinggi (hi-tech) yang menyampaikan isi
pesan dalam bentuk audiovisual gerak. Isi pesan audiovisual gerak memiliki
kekuatan yang sangat tinggi untuk mempengaruhi mental, pola pikir, dan tindak
individu”.
·
Sedangkan menurut ensiklopedia Indonesia dalam Parwadi
(2004: 28) lebih luas lagi dinyatakan bahwa: “TV (Televisi) adalah sistem
pengambilan gambar, penyampaian, dan penyuguhan kembali gambar melalui tenaga
listrik. Gambar tersebut ditangkap dengan kamera televisi, diubah menjadi
sinyal listrik, dan dikirim langsung lewat kabel listrik kepada pesawat
penerima”.
Dengan demikian yang di maksud siaran TV (Televisi)
adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan
informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun
tertutup berupa program yang teratur dan berkesinambungan.
TV (Televisi) adalah sistem elektronis
yang menyampaikan suatu isi pesan dalam bentuk audio-visual gerak dan merupakan
sistem pengambilan gambar, penyampaian, dan penyuguhan kembali gambar melalui
tenaga listrik. Dengan demikian, televisi sangat berperan dalam mempengaruhi mental,
pola pikir khalayak umum. TV (Televisi) karena sifatnya yang audiovisual
merupakan media yang dianggap paling efektif dalam menyebarkan nilai-nilai yang
konsumtif dan permisif.
Stasiun TV (Televisi) merupakan lembaga penyiaran atau
tempat berkerja yang melibatkan banyak orang, dan yang mempunyai kemampuan atau
keahlian dalam bidang penyiaran yang berupaya menghasilkan siaran atau karya
yang baik.
2. Manfaat dan Fungsi TV (Televisi)
Televisi mempunyai manfaat dan unsur positif yang berguna bagi pemirsanya,
baik manfaat yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor. Namun
tergantung pada acara yang ditayangkan televisi. Manfaat yang bersifat kognitif adalah yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan atau informasi dan keterampilan. Acara-acara yang bersifat kognitif
di antaranya berita, dialog, wawancara dan sebagainya. Manfaat yang kedua
adalah manfaat afektif, yakni yang berkaitan dengan sikap dan emosi.
Acara-acara yang biasanya memunculkan manfaat afektif ini adalah acara-acara
yang mendorong pada pemirsa agar memiliki kepekaan sosial, kepedulian sesama
manusia dan sebagainya. Adapun manfaat yang ketiga adalah manfaat yang bersifat
psikomotor, yaitu berkaitan dengan tindakan dan perilaku yang positif. Acara
ini dapat kita lihat dari film, sinetron, drama dan acara-acara yang lainnya
dengan syarat semuanya itu tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada di
Indonesia ataupun merusak akhlak pada anak.
Selain itu manfaat TV (Televisi) sebanarnya dapat di rasakan berdasarkan
perspektif masing masing orang. Jika selama ini TV (Televisi) hanya di anggap
sebagai hiburan, tentu saja penonton tersebut hanya akan mendapatkan hiburan.
Jika si penonton menganggap TV (Televisi) sebagai salah satu media untuk
memperoleh pengetahuan ,maka manfaat yang di rasakanpun akan menjurus padahal
tersebut.
Perspektif ini tampak pada pilihan tayangan yang lebih dominan yang di
sukai oleh penonton. Memang acara yang di tonton tidak dapat di patok itu itu
saja. Namun ,penonton akan cendrung menyukai jenis jenis tayangan yang sama ,sesuai dengan
kesukaannya. Walaupun di luar tayangan tersebut, ia menonton jenis tayangan
lain.
Disisi lain, baik sebagai hiburan, media untuk memperoleh pengetahuan,
maupun lainnya, tv memberikan manfaat. Manfaat manfaat tersebut dapat di rasakan
secara langsung, maupun secara tidak langsung. Manfaat terebut antara lain :
1. Sebagai penambah wawasan terkini
Wawasan mengenai apapun ada di TV (Televisi), muai dari berita, hobby, gaya
hidup, hingga dunia. Wawasan ini di rangkum dalam sebuah konsep acara tertentu.
Program yang memberikan wawasa bermanfaat terlaris adalah berita. Berita mulai
dari politik, ekonomi, pendidikan, seni, hingga olah raga, memberikan manfaat
untuk penonton.
2. Wahana pertemuan keluarga setelah sibuk dengan rutinitasnya di luar rumah
Berkumpul bersama keluarga tentu tak lengkap rasanya tanpa menonton TV
(Televisi). Kegiatan ini dapat di jadikan sebagai wahana untuk mempererat
hubungan keluarga. Bahkan, stress akibat rutinitas kerja maupun sekolah bisa
berkurang.
3. Menambah pemahaman perbedaan budaya di indo dan di dunia
TV (Televisi) setiap harinya
menayangkan lokasi maupun masyarakat dari seluruh penjuru dunia. Hal ini bisa
di jadikan sebagai ajang untuk menambah pemahaman perbedaan budaya indonesia
maupun dunia. Perbedaan budaya tersebut
mulai dari bahasa, pakaian, adat istiadat, tradisi, hingga sikap yang tidak
bisa dilihat secara langsung.
4. Memberikan solusi pada permasalahan tertentu
Program tertentu bisa
menjadi solusi untuk siapa saja. Manfaat ini terutama untuk program yang memberi
inspirasi untuk penonton. Perogram tersebut bisa berupa pencarian bakat,
autobiografi, maupun program lainnya yang bermanfaat dalam kehidupan.
5. TV (Televisi) sebagai jendela dunia
Orang sudah biasa mendengar buku sebagai jendela
dunia. Rupanya, TV (Televisi) juga bisa menjadi jendela dunia. Dengan menonton
TV (Televisi), semua orang bisa melihat seluruh tayangan dari belahan dunia
manapun, sesuai dengan yang di tayangkan. Informasi dari mancanegarapun bisa di
akses dengan mudah.
Sedangkan fungsi TV (Televisi) yaitu secara umum sama manfaatnya dengan media. Pendapat mengenai fungsi televisi ini pun
beragam. Akan tetapi secara umun ada lima fungsi televisi yaitu: sebagai alat informasi, media edukasi, fungsi
kontrol serta menjadi media penghubung antar geografis.
1.
Alat Informasi
Makanan adalah
kebutuhan manusia yang paling dicari setiap makhluk yang hidup, termasuk
manusia. Setiap orang baik anak-anak, dewasa, orang tua, dan siapapun semuanya
membututuhkan makanan. Demi memenuhi kebutuhaan perutnya, semua orang
rela bersusah payah sekuat tenaga hanya untuk mendapatkan sebuah makanan.
Bahkan tak hanya satu kali dalam sehari mereka membutuhkan makanan, akan tetapi
tiga kali dalam sehari manusia membutuhkanya.
Begitulah gambaran informasi.
Kebutuhan manusia akan informasi telah menjadikannya layaknya sebuah makanan.
Bahkan ketika awal mula manusia bangun dari tidurnya, secara spontan informasi
pula yang muncul dalam benaknya untuk segera mengetahui jam berapa saat ia
terbangun. Sederhananya, kebutuhan manusia akan informasi setidak-tidaknya
informasi itu sampai kepada mereka dari mulut ke mulut. Hal ini sudah
menjadi sebuah kebiasaan manusia sebagai makhluk sosial.
Seperti layaknya makanan tadi,
terkadang seseorang tak akan puas hanya sarapan dengan sepiring nasi dengan
lauk tempe. Kadang mereka menginginkan adanya pelengkap seperti sayur, susu,
buah-buahan, bahkan terkadang bagi mereka yang terbiasa berpola hidup glamour,
tak akan sudi memakan makanan yang murah seperti di angkringan misalnya,
Bagi orang dengan tingkat sosial dan pendidikan yang tinggi, kebutuhan dalam
mendapatkan informasi ini tentu berbeda dengan mereka yang hidupnmya pas-pasan.
Ada orang yang puas hanya mendapatkan informasi dari perkataan seseorang saja,
ada juga orang yang merasa hidupnya belum lengkap apabila belum membaca koran,
update berita di internet, ataupun menonton televisi.
Kehadiran
televisi menjadi sangat penting sebagai sarana hubungan interaksi antara yang
satu dengan yang lain dalam berbagai hal yang menyangkut perbedaan, dan
persamaan persepsi tentang suatu isu yang terjadi di belahan dunia ini. Dalam
hal ini, massa kemudian menjadi objek dari sebuah liputan di televisi.
Informasi berkaitan dengan massa kemudian diolah dalam proses olah data audio
visual sebagai paket dari pengemasan informasi. Kemudian ditransmisikan melalui
sebuah pancaran digital yang diterima masyarakat sebagai sumber informasi.
Sebagai
alat informasi, dari segi keefektiffitasan televisi tergolong media yang paling
banyak peminatnya dibandingkan dengan media yang lain. Ada beberapa hal yang
menjadi keunikan televisi dibandingkan dengan media yang lain yaitu: televisi
tidak membutuhkan kemampuan membaca seperti media cetak, tidak seperti film,
televisi adalah gratis, tidak seperti radio, televisi mengombinasikan gambar
dan suara, tidak membutuhkan mobilitas, seperti pergi ke bioskop misalnya,
satu-satunya medium yang pernah diciptakan yang tidak memiliki batasan usia
artinya orang dapat menggunakan dalam tahun-tahun awal dan akhir dari kehidupan
mereka, dan juga tahun-tahun diantaranya.Inilah kelebihan televisi dibanding
dengan media yang lain.
Akan
tetapi di dalam kelebihan itu pula terletak kekurangan yang diakibatkan dari
media televisi sebagai alat informasi ini. Misalnya, menurunkan minat baca
masyarakat, terbukti dengan adanya televisi disamping harganya yang relativ
murah masyarakat lebih suka menonton televisi daripada membaca Koran ataupun
browsing di internet; sebagai alat informasi, televisi lebih banyak menyajikan
program hiburan daripada informasi atau pendidikan; televisi terkadang
mencontohkan secara langsung hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan yang
terkadang berlawanan dengan kebudayaan Indonesia, akhirnya stabilitas nasional
pun semakin terancam.
2.
Media Edukasi
Perkembangan
zaman didunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan, merubah pola
pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern.
Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Jika
dahulu orang ingin mempelajari sebuah ilmu pengetahuan, seseorang akan
mendatangi sang guru dan menerima apa yang disampaikan oleh gurunya secara
langsung.
Berbeda
dengan konteks yang ada di jaman sekarang. Kehebatan media mampu mengambil alih
peran guru dalam dunia pendidikan. Hampir segala bidang terkait dengan keilmuan
bisa kita dapatkan dimana-mana melalui media, terlepas masalah penanggung jawab
keilmuan yang disampaikanya. Sehingga banyak upaya yang diusahakan dalam
peningkatan mutu pendidikan adalah pengembangan media pendidikan. Jadi, yang
dimaksud dengan media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan
dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan
siswa dalam proses pendidikan.
Julius
Lende (2012) dalam artikelnya yang mengutip dari Hamalik (1989) mengatakan
ciri-ciri umum dari media pendidikan adalah sebagai berikut:
a)
Media pendidikan identik artinya dengan
pengertian keperagaan yang berasal dari kata “raga”, artinya suatu benda yang
dapat diraba, dilihat, didengar, dan yang dapat diamati melalui panca indera
kita,
b)
Tekanan utama terletak pada benda atau hal-hal
yang bisa dilihat dan didengar,
c)
Media pendidikan digunakan dalam rangka hubungan
komunikasi dalam pengajaran,
d)
Media pendidikan adalah alat bantu mengajar,
baik di luar kelas
e)
Berdasarkan (c) dan (d), maka pada dasarnya
media pendidikan merupakan suatu “perantara” (medium, media) dan digunakan
dalam rangka pendidikan,
f)
Media pendidikan mengandung aspek; sebagai alat
dan sebagai teknik, yang sangat erat pertaliannya dengan metode mengajar.
Dari uraian tentang ciri-ciri media pendidikan
seperti yang telah disebutkan di atas, maka Televisi merupakan media pendidikan yang sangat
modern dan sangat cocok dalam usaha peningkatan mutu pendidikan. Meurut Julius Lende (2012)
dengan artikelnya yang mengutip dari Hamalik (1989), nilai atau manfaat media
pendidikan adalah sebagai berikut:
a.
Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berpikir, oleh karena itu
mengurangi “verbalisme”,
b.
Memperbesar perhatian para siswa,
c.
Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk
perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap,
d.
Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat
menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa
e.
Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinou,
hal ini terutama dapat dalam gambar hidup
f.
Membantu tumbuhnya pengertian, dengan demikian
membantu perkembangan kemampuan berbahasa,
g.
Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak
mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang
lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak dalam belajar.
Dengan demikian tolak ukur sudut pandang media
pendidikan terhadap tayangan di televisi dipandang sebagai salah satu media
pendidikan, dengan catatan apabila tayangan tersebut dapat memberikan informasi
yang berkualitas dan memiliki nilai pendidikan moral dan ilmu pengetahuan.
3.
Kontrol
Sosial
Dalam konteks televisi sebgai kontol sosial,
setidaknya televisi mempunyai sebuah fungsi sebagai gambaran kehidupan sosial
dalam suatu negara. Dalam hal ini maka televisi berperan sebagai miniatur
sebuah negara. Melalui televisi itulah seseorang dapat mengetahui bagaimana
sebuah sistem kehidupan sosial itu diciptakan. Untuk lebih konkritnya, sebuah
kenyataan ini bisa kita lihat misalnya ketika kita membandingkan sebuah produk
film asli Indonesia dengan produk film yang diproduksi oleh negara lain, dari
situ kita bisa melihat perbedaan yang sangat menonjol.
Faktor kemajuan sebuah negara akan sangat
terlihat dalam sebuah produksi perfileman. Contohnya saja kita bisa
membandingkan film yang hingga sekarang masih mendominasi kancah layar kaca
Indonesia adalah film yang berbau mistis, percintaan, hingga pertikaian
perebutan warisan. Hal ini akan sangat berbeda jika kita bandingkan dengan
produksi yang ada di negara yang lebih maju.
India
misalnya, sekitar lima hingga sepuluh tahun yang lalu, hampir setiap film yang
disajikan di India ini mengangkat film yang bertemakan percintaan yang identik
dengan tarian-tarian khas masalnya. Tetapi di era saat ini, seiring dengan
kemajuan teknologi yang semakin pesat yang dialami oleh negara India, sekarang
telah diproduksi film yang lebih mengangkat kepada tema tekhnologi seperti film
Ra One misalnya. Itulah realita yang ada dalam layar kaca sebagai sebuah
gambaran tentang kondisi soasial sebuah negara.
Selain kita melihat dengan konteks di atas,
peran media dalam kaitan fungsinya sebagai kontrol sosial juga bisa kita lihat
dengan aspek yang lain. Sebagai media yang memungkinkan mudahnya teraksesnya
informasi, maka sangat memungkinkan adanya pertukaran informasi antar
masyarakat, etnis, ataupun segala macam kebudayaan. Sehingga secara
social masyarakat dapat saling memperhatikan satu sama lain demi terciptanya
stabilitas social dalam sebuah Negara. Bahkan seiring dengan teknologi pemancar
televisi yang semakin canggih hingga akses televisi seperti sekarang ini tak
hanya kita nikmati dalam skala nasional saja akan tetapi internasional.
Denga demikian, pertukaran informasi dalam
lingkup internasional ini akan membawa dampak yang penting bagi kelangsungan
hubungan diplomasi antar negara. Sebagai fungsi ini, peran televise tak dapat
terelakkan. Misalnya adalah, ketika terjadi sebuah bencana, maka secara spontan
semua masyarakat akan tahu, bahkan hal itu akan sangat memungkinkan untuk
mendapatkan simpati dari Negara lain. Tentunya melalui televise. Maka secara
tanggap pula bantuan logistic untuk daerah yang tertimpa musibah akan segera
berdatangan dari negara-negara tetangga misalnya.
Selain itu, apabila
kia menelaah lebih dalam, di dalam konteks ini kita mengetahui bahwa fungsi
kontrol sosial ini pun apabila kita sesuaikan dengan falsafah ideologi bangsa
Indonesia yang tertera pada Pancasila, maka fungsi ini sangat sesuai dengan
sila ke-5 dari pancasila yang berbunyi, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Bagi pemerintah, hal ini juga tak kalah
pentingnya. Sebagai pihak yang mengurusi kepentingan rakyat, maka sebagai
pemerintah yang baik tak akan ketinggalan informasi yang ada di negaranya.
Kemudian secara tanggap tugas-tugas yang
seharusnya dilakukan oleh pemerintah dapat terkonsep dn terlaksana dengan baik.
Sebagai fungsi kontrol sosial ini pula maka akan tercipta sebuah transparasi
pemerintahan yang secara terbuka sejak era reformasi ini seluruh lapisan
masyarakat bisa mengetahui jalanya pemerintahan sehingga melalui media pula
kasus korupsi yang terjadi di Indonesia ini satu per satu semakin terungkap.
4.
Fungsi hiburan
Sekarang ini,
Indonesia sedang dalam era pancaroba, dimana ketika memasuki gerbang zaman
globalisasi yaitu masa dimana segala bidang kehidupan berada diambang tinggal
landas seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK). Hal ini tidak mengecualikan kemajuan yang begitu
pesat dalam berbagai bidang termasuk salah satunya industri hiburan, apalagi
hal ini salah satunya dipicu oleh ambisi mengejar rating di hati masyarakat.
Tidak seperti zaman nenek moyang dahulu,
masyarakat kita sekarang ini disuguhi berbagai macam media hiburan dari
panggung hiburan hingga media yang lebih bersifat personal seperti televisi.
Jika jaman dahulu sebelum tiba masa trend televisi masyarakat lebih mencari
kegiatan hiburan secara langsung dengan pertunjukan misalnya seperti ketoprak,
wayang dan lain sebagainya, namun lain halnya dengan sekarang dimana masyarakat
lebih dimanjakan dengan media hiburan yang ada di televisi.
Hadirnya televisi di tengah hiruk pikuk
kehidupan ini dapat membangkitkan gairah masyarakat mulai dari perkotaan hingga
pelosok-pelosok desa. Apalagi sekarang stasiun-stasiun televisi swasta banyak
bermunculan mewarnai layar kaca dengan suguhan-suguhan yang lebih memanjakan
pemirsa terutama dengan sajian hiburanya. Bahkan setiap pengelolanya berebut
“prime time “(waktu tayang terbaik) demi mendapat tempat spesial di hati
pemirsanya. Memang hadirnya televisi pada sebuah rumah
tangga bukan menjadi kebutuhan mewah lagi. Hal ini terbukti bahwa yang dulunya
televisi hanya bisa dinikmati kaum elite saja, namun sekarang rakyat jelata pun
juga memiliki televisi.
Jadi televisi merupakan media entertainment yang
sudah merakyat dan digandrungi berbagai kalangan. Fugsi media yang satu ini,
hampir semua masyarakat tahu bahwa televise berfungsi sebagai hiburan.
Kenyataan ini memang benar.bisa kita amati hamper di semua stasiun televise tak
ada yang meninggalkan sebuah program yang sifatnya hiburan. Bahkan sebuah acara
berita sebagai fungsi informasi saja sekarang telah banyak media yang membuat
konsep acara berita seperti komedi. Ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia
lebih menikmati keberadaan media sebagai media hiburan dibandingkan dengan
fungsi yang lain.
5.
Media penghubung secara geografis
Dahulu, jika
seseorang ingin pergi ke sebuah tempat yang ia inginkan, maka ia harus menempuh
suatu perjalanan dengan kaki maupun dengan perjalanan kuda yang tak sedikit
memakan waktu berhari-hari bahkan mungkin hingga berbulan-bulan. Kenyataan yang
telah berubah sedemikian cepatnya seperti yang terjadi saat ini, untuk menempuh
sebuah perjalanan dengan lingkup yang luas sekalipun, bahkan ke seluruh penjuru
dunia yang ia inginkan, hanya dengan hitungan beberapa jam saja ia sudah sampai
ke tempat tujuan tersebut dengan fisik tubuh yang menyertainya.
Apalagi sebuah
komponen data yang sangat lembut yang secara fisik tidak bisa kita lihat,
seperti halnya sebuah sinyal yang membawa informasi, dalam hitungan menit
bahkan detik, informasi yang kita kirimkan sudah bisa diketahui oleh pihak yang
kita tuju. Inilah kecanggihan teknologi yang semakin hari
semakin pesat sehingga waktu yang lama terasa semakin cepat, sebuah wilayah
yang luas semakin terasa sempit. Segala pekerjaan manusia semakin mudah untuk
dilakukan. Semakin mudah untuk diselesaikan dengan teknologi.
Marshall Mc Luhan
dengan teorinya yang desebut sebagai teori ekologi media membuat sebuah asumsi
bahwa, media melingkupi setiap tindakan di
dalam masyarakat, media memperbaiki
persepsi kita dan mengorganisasikan pengalaman kita, media menyatukan seluruh
dunia, kemudian dikenal dengan istilah “desa global” yaitu sebuah Pemikiran
bahwa manusia tidak lagi dapat hidup dalam isolasi melainkan akan selalu
terhubung oleh media elektronik yang bersifat instan dan berkesinambungan.
Disinilah kemudian secara geografis sebuah dunia yang luas akhirnya dengan
perantaraan televise sebagai media penghubung menjadikan dunia layaknya hanya
sebuah lingkup kecil desa yang semua orang dapat mengakses informasi ke seluruh
penjuru dunia dengan televisi.
B. Konsep Dasar Perkembangan
1. Pengertian Perkembangan dan Ciri-Ciri Perkembangan
Perkembangan dapat di artikan sebagai “perubahan yang
progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri indiviu dari mulai lahir
sampai mati” (The progressive and continous change in the organism from
birth to death). Pengertian lain dari perkembangan adalah
“perubahan-perubahan yang dialami individuatau organisme menuju tingkat
kedewasaannya atau ke matangannya (maturation) yang belangung secara
sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik
(jasmaniah)nmaupun psikis (rohaniah)”.Yang dimaksud dengan sistematis,
progresif, dan berkesinambungan itu adalah sebagai berikut :
a) Sistematis, berarti perubahan
dalam perkembangan itu bersifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi
antara bagian-bagian organisme ( fisik dan psikis) dan merupakan satu kesatuan
yang harmnis. Contoh prinsip ini, seperti kemampuan berjalan anak seiring
dengan matang nya otot-otot kaki, dan keinginan remaja untuk memperhatikan
jenis kelamin lain seiring dengan matangnya organ-organ seksualnya.
b) Progresif, berarti perubahan
yang terjadi bersifat maju, meningkat, dan mendalam (meluas) baik secara
kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis). Contohnya, seperti terjadinya
perubahan proporsi dan ukuran fisik anak (dari pedek menjadi tinggi dan dari
kecil menjadi besar ; dan perubahan pengetahuan dan kemampuan anak dari yang
sederhana sampai kepada yang kompleks (mulai dari mengenal abjad atau huruf
hijaiyah sampai kemampuan membaca buku,majalh, korandan Al-Qur’n).
c) Berkesinambungan, berarti
perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlanngsung secara beraturan
atau berurutn, tidak terjadi secara kebetulan atau loncat-loncat. Contohnya,
untuk dapat berdiri seorang anak harus mnguasai tahapan perkembangan
sebelumnya, yaitu kemampuan duduk dan merangkak.
Perkembagan itu secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Terjadinya perubahan dalam (a) aspek fisik: perubahan tinggi dan berat badan
serta organ tubuh lainnya, (b) aspek psikis: semakin bertambahnya
perbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berpikir, mengingat, serta
menggunakan imajinasi kreatifnya.
2) Terjadinya perubahan dalam proporsi; (a) aspek fisik: proporsi tubuh anak
berubah sesuai dengan fase perkembangannya dan pada usia remaja proporsi tubuh
usia remaja proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh remaja, (b) aspek
psikis: perubahan imajinasi dari yang fantasi ke realitas; dan perubahan
perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan-lahan beralih
kepada orang lain (kelompok teman sebaya).
3) Lenyapnya tanda-tanda yang lama; (a) tanda-tanda fisik; lenyapnya kelenjar
Thymus (kelenjar kanak-kanak) yang terletak pada bagian dada, kelenjar pineal
pada bagian bawah otak, rambut-rambut halus dan gigi susu (b) tanda-tanda
psikis: lenyapnya masa mengceh (meraban), bentuk gerak gerik kanak-kanak
(seperti merangkak) dan perilaku
impulsif (dorongan untuk bertindak sebelum berpikir).
4) Diperolehnya tanda-tanda yang aru; (a) tanda-tanda fisik: pergantian gigi
dan karakteristik seks pada usia remaja baik primer (menstruasi pada anak
wanita, dan mimpi “basah” pada anak pria), maupeun skunder (perubahan pada
anggota tubuh: pinggul dan buah dada pada wanita; kumis, jakun, suara pada anak
pria), (b) tanda-tanda psikis: seperti berkembangnya rasa ingin tahu terutama
yang berhubungan dengan seks, ilmu pengetahuan, nilai-nilai moral, dan
keyakinan beragama.
2. Prinsip-Prinsip Perkembangan
a) Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti (Never Ending
Process)
Manusia secara terus menerus berkembang atau berubah
yang di pengaruhi oleh pengalaman atau belajar sepajang hidupnya. Perkembang
berlangsung secara terus-menerus sejak masa konsepsi sampai mencapai kematangan
atau masa tua.
b) Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi
Setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi,
inteligensi maupun sosial satu sama lainnya saling mempengaruhi. Terdapat
hubungan atau korelasi yang positif di antara aspek tersebut. Apabila seaorang
anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka
dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti
kecerdasanya kuran berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
c) Perkembanga itu mengikuti pola atau arah tertentu
Perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola
arah tertentu. Setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dari
tahap sebelumnya yang merupakan prasyaratan bagi perkembangan selanjutnya.
Contohnya, untuk dapat berjalan,seorang anak harus bisa berdiri terlebih dahulu
dan berjalan merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya, yaitu berlari
atau meloncat.
Sementara itu, Yelon dan Weinsten (1997) mengemukakan
tentang arah atau pola perkembangan itu sebagai berikut.
1) Cephalocaudal & proximal-distal. Maksudnya,
perkembangan manusia itu di mulai dari kepala ke kaki (Cephalocaudal),
dan dari tengah: paru-paru, jantung dan sebagainya, kepinggir: tangan (proximal-distal).
2) Struktur mendahului fungsi. Ini berarti bahwa anggota tubuh individu itu
akan dapat berfugsi setelah matang strukturnya. Seprti mata, akan dapat melihat
setelah otot-ototnya matang, atau kaki dapat di fungsikan untuk berjalan
apabila otot-otonya sudah matang.
3) Perkembangan itu berdiferensi. Maksudnya, perkembangan itu berlangsung dari
umum ke khusus (spesifik). Dalam semua aspek perkembangan, baik motorik (fisik)
maupun mental (psikis), respon anak pada mulanya bersifat umum.
4) Perkembangan itu berlangsung dari konkret ke abstrak. Maksudnya,
perkembangan itu berproses dari suatu kemampuan berpikir yang kongkret
(objeknya nampak) menuju ke abstrak (objeknya tidak nampak). Seperti anak kecil
dapat berhitung dengan bantuan jari tangan, sedangkan remaja sudah tidak lagi
memerlukan bantuan tersebut.
5) Perkembangan itu berlangsung dari egosentrisme keperspektisme. Ini berarti
pada mulanya seorang anak hanya melihat atau memperhatikan dirinya sebagai
pusat, dia melihat bahwa lingkungan itu harus memenuhi kebutuhan dirinya.
Melalui pengalamanya dalam bergaul dengan teman sebayanya atau orang lain,
lambat laun sikap egosentris itu berubah menjadi perspektivis (anak sudah
memiliki sikap simpati atau memperhatikan kepentingan orang lain).
6) Perkembangan itu berlangsung dari “outter control to inner control”.
Maksudnya, pada awalnya anak bergantung pada orang lain (terutama ortunya),
baik menyangkut pemenuhan kebutuhan fisik maupun psikis (perlindungan, kasih
sayang, atau norma-norma) sehingga dia dalam menjalani hidupnya masih di
dominasi oleh atau pengawasan dari luar
(out control). Seiring berambahnya pengalaman atau belajar dari
pergaulan sosial tentang norma atau nilai-nilai, baik dilingkungan keluarga,
sekolah, teman sebaya atau masya rakat, anak dapat mengembangkan kemampuan
untuk mengontrol dirinya (inner control).
a)
Perkembangan terjadi
pada tempo yang berlainan
Perkembangan fisik dan mental mencapai kemtanganya
terjadi pada waktu dan tempo yang berbeda (ada yang cepat dan ada lambat). Umpamanya (a) otak mencapai bentuk
ukuranya yang sempurna pada umur 6-8 tahun; (b) tangan, kaki, dan hidung
mencapai perkembangan yang maksimum pada masa remaja; dan (c) imajinasi kreatif
berkembang dengan cepat pada masa kanak-kanak dan mencapai puncaknya pada masa
remaja.
b)
Setiap fase
perkembangan mempunyai ciri khas
Prinsip ini dapat di jelaskan dalam contoh sebagai berikut:
(a) sampai usia 2 tahun, anak memusatkan untuk mengenal lingkungannya,
menguasai gerak gerik fisik dan belajar berbicara; (b) pada usia 3-6 tahun,
perkembangan dipusatkan untuk menjadi manusia sosial (bergaul dengan orang
lain)
c)
Setiap individu yang normal
akan mengalami tahapan/fase perkembangan
Prinsip ini bahwa dalam menjalani hidupnya yang normal
dan berusia panjang individu akan mengalami fase-fase perkembagan: bayi,
kanak-kanak, anak, remaja, dewasa, dan masa tua.
3. Fase-Fase Perkembangan
Fase-fase perkembangan menurut Buhler dalam bukunya “The
First Tear of Life “, Charlotte Buhler (1930) membagi fase perkembanga
sebangai berikut:
a. Fase pertama (0-1 tahun)
Fase ini adalah masa menghayati berbagai objek dari luar diri sendiri serta
saat melatih fungsi-fungsi, khususnya fungsi motorik, yakni fungsi yang
berhubungan dengan gerakan-gareakan anggota badan.
b. Fase kedua (2-4 tahun)
Fase inimerupakan masa pengenalan
dunia objektif di luar diri sendiri, disertai dengan penghayatan yang bersifat
subjektif
c. Fase ketiga (5-8 tahun)
Fase ini bisa dikatakan sebagai masa sosialisasi anak. Pada masa ini, anak
mulai memasuki masyarakat luas (misalnya, taman kanak-kanak, pergaulan dengan
kawan-kawan sepermainan, dan sekolah dasar). Anak mulai balajar mengenal dunia
sekitar secara objektif. Ia mulai belajar mengenal arti prestasi, pekerjaan,
dan tugas-tugas kewajiban. Jadi, yang penting di perhatikan pada fase ini
adalah berlangsungnya proses sosialisasi.
d. Fase keempat (9-11 tahun)
Fase ini adalah masa sekolah dasar. Pada priode, ini anak mencapai
objektivitas tertinggi. Bisa pula disebut sebagai masa menyelidik, mencoba, dan
bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa
ingin tahu yang besar; masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih,
menjelajah, dan bereksplorasi. Pada fase akhir keempat ini, anak mulai
“menemukan diri sendiri”, yaitu secara tidak sadar mulai berfikir tentang diri
pribadi. Pada waktu ini, anak kerap mengasingkan diri.
e. Fase keempat (9-11 tahun)
Fase ini merupakan masa
tercapainya synthese di antara sikap ke dalam batin sendiri dengan sikap
ke luar, pada dunia objektif.
Sedangkan fase
perkembangan menurut Erik Erikson (1963) membagi fase perkembangan, sebagai
berikut:
a. Masa bayi (0 - 1½)
Masa ini merupakan masa ketika berbagai kebutuhan fisik harus di penuhi;
kebutuhan untuk menghisap harus dipuaskan. Anak biasanya senang berada dalam
gendongan atau dakapan dan belaian.
b. Masa toddler (1½ - 3 tahun)
Si anak mulai memisahkan diri dan bergerak secara bebas. Dalm kaitan ini,
orang tua harus memberikan banyak kebebasan pada si anak, namun sekaligus mulai
meletakan batasan-batasan ketika si anak tidak bisa berbuat sesukanya sendiri.
c. Awal masa kanak-kanak (4-7 tahun)
Pada tahapan ini, pusat perhatian anak berubah dari benda kepada orang. Si
anak beralih dari bermain sendiri menuju bermain bersama. Sosialisasi merupakan
tema pokok. Si anak belajar menyesesuaikan diri dengan teman sepermainannya.
Tugas-tugas yang telah di mulai pada masa toddler, dikembangkan lebih
lanjut. Si anak di harapkan untuk makan dan berpakaian sendiri tanpa bantuan
orang lain.
d. Akhir masa kanak-kanak (8-11 tahun)
Masa ini adalah masa untuk berkelompok dan berorganisasi. Penerimaan oleh teman-teman
seusai adalah penting. Inilah waktu yang baik untuk memperkenalkan pekerjaan
rumah tangga serta mengajarkan penggunaan uang dengan tepat. Tak seoarang pun
menginginkan bekerja terlalu berat dan lama; demikian juga anak-anak. Tema pada
masa ini adalah kerajinan. Energi si anak dapat di arahkan pada tugas-tugas
sosial yang terorganisasi.
e. Awal masa remaja (12-15 tahun)
Masa-masa seperti ini memperlihatkan bahwa semua hal yang dianggap baik
telah berakhir. Jika dia anak yang pertama, orang tua kemungkinan berfikir
bahwa mereka telah gagal. Tema awal masa remaja adalah perubahan.
f. Masa remaja yang sejati (16-18 tahun)
Pada tahapan ini, kemenduaan dalam masa transisi akan berkurang. Si remaja
yang mersa cukup aman dalam identitasnya, harus menghadapi pilihan-pilihan yang
akan membentuk sisa hidupnya. Pemilihan tujuan hidup merupakan tema pokok.
g. Awal masa dewasa (19-25 tahun)
Pada masa ini, si anak mulai berdikari. Si anak mungkin kuliah di tempat
lain, menikah, hidup sendirian dalam suatu apartemen, atau bekerja di tempat
lain. Sebagaimana tahap pertama perkembangan, tahun-tahun pertama dalam
perkawinan dan pekerjaan, sangat penting. Tema awal masa dewasa adalah
kemandirian.
h. Kedewasaan dan masa tua (25 tahun keatas)
Masa dewasa merupakan fase generativitas (menciptakan) yang selalu
dihadapkan pada adanya stagnasi. Masa ini ditandai dengan adanya perhatian yang
tercurah pada anak-anak, keahlian produktif, keluarga, dan pekerjaan. Sifat
mengasuh pada wanita tampak sangat dominan. Pada masa tua ini adalah kebijaksanaan
dan pelepasan.
C. Karakter Anak
1. Pengertian Karakter Anak
Istilah
karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein yang berarti mengukir.
Membentuk karakter diibaratkan seperti mengukir di atas batu permata atau
permukaan besi yang keras. Dari sini kemudian berkembang pengertian karakter
yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku. Doni Koesoema A (2007:80)
memahami bahwa karakter adalah sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap
sebagai ciri atau karakteristik yang bersifat khas dari seseorang yang
bersumber dari hasil bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
Menurut istilah karakter adalah sifat manusia pada
umumnya di mana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor
kehidupannya sendiri.
Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, pengertian karakter
adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas,
sifat, tabiat, temperamen, dan watak.
Menurut (Ditjen Mandikdasmen – Kementerian Pendidikan
Nasional), Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas
tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Individu
yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat
keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia
buat.
Menurut Alwisol menjelaskan pengertian karakter
adalah sebagai penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai
(benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter
berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai.
Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah
laku yang ditujukan kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta
menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu.
Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah
sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang
individu atau anak. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of individually or
group impressed by nature, education or habit.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya,
dan adat istiadat.
2. Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah proses internalisasi nilai budaya ke
dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga orang dan masyarakat menjadi
beradap. Pendidikan bukan hanya merupakan sarana menstransfer ilmu pengetahuan saja,
tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai
(enkulturasi dan sosialisasi).
Penngertian pendidikan karakter secara umum adalah
suatu konsep dasar yang diterapkan ke dalam pemikiran seseorang untuk
menjadikan akhlak jasmani rohani maupun budi pekerti agar lebih berarti dari
sebelumnya sehingga dapat mengurangi krisis moral yang menerpa negeri ini.
Menurut para ahli pengertian pendidikan karakter
haruslah diterapakan ke dalam pikiran seseorang sejak usia dini, remaja bahkan
dewasa, sehingga dapat membentuk karakter seseorang menjadi lebih bernilai dan
bermoral.
Dalam Islam, tidak ada disiplin ilmu yang terpisah
dari etika-etika Islam. Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakter dalam
Islam memiliki keunikan dan perbedaan dengan pendidikan karakter di dunia
barat. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap prinsip-prinsip
agama yang abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap otonomi
moral sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagai
motivasi perilaku bermoral.
Inti dari perbedaaan-perbedaan ini adalah keberadaan wahyu ilahi sebagai
sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam islam. Akibatnya, pendidika
karakter dalam Islam lebih sering dilakukan dengan cara doktriner dan dogmatis,
tidak secara demokratis dan logis.
Implementasi pendidikan karakter dalam Islam, tersimpul dalam karakte r pribadi Rasulullah SAW. Dalam pribadi Rasul,
tersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Dalam surat Al-ahzab
ayat 21 mengatakan:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$#
tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Karakter atau Akhlak tidak diragukan lagi memiliki
peran besar dalam kehidupan manusia. Menghadapi fenomena krisis moral, tuduhan
seringkali diarahkan kepada dunia pendidikan sebagai penyebabnya. Hal ini
dikarenakan pendidikan berada pada barisan terdepan dalam menyiapkan sumber
daya manusia yang berkualitas, dan secara moral memang harus berbuat demikian.
Pembinaan karakter dimualai dari individu, karena pada
hakikatnya karakter itu memang individual, meskipun ia dapat berlaku dalam
konteks yang tidak individual. Karenanya pembinaan karakter dimulai dari
gerakan individual, yang kemudian diproyeksikan menyebar ke individu-idividu
lainnya, lalu setelah jumlah individu yang tercerahkan secara karakter atau
akhlak menjadi banyak, maka dengan sendirinya akan mewarnai masyarakat.
Pembinaan karakter selanjutnya dilakukan dalam lingkungan keluarga dan harus
dilakukan sedini mungkin sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Melalui pembinaan karakter pada setiap individu dan keluarga akan tercipta
peradaban masyarakat yang tentram dan sejahtera.
Dalam Islam, karakter atau akhlak mempunyai kedudukan penting dan dianggap
mempunyai fungsi yang vital dalam memandu kehidupan masyarakat. Sebagaimana
firman Allah SWT di dalam Al-qur’an surat An-nahl ayat 90 sebagai berikut:
* ¨bÎ) ©!$# ããBù't ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGÎ)ur Ï 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$#
Ìx6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏèt öNà6¯=yès9 crã©.xs? ÇÒÉÈ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Pendidikan karakter dalam Islam diperuntukkan bagi manusia yang merindukan
kebahagiaan dalam arti yang hakiki, bukan kebahagiaan semu. Karakter Islam
adalah karakter yang benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk
terhormat sesuai dengan fitrahnya.
Islam merupakan agama yang sempurna, sehingga tiap ajaran yang ada dalam
Islam memiliki dasar pemikiran, begitu pula dengan pendidikan karakter. Adapun
yang menjadi dasar pendidikan karakter atau akhlak adalah Al-qur’an dan
Al-hadits, dengan kata lain dasar-dasar yang lain senantiasa di kembalikan
kepada Al-qur’an dan Al-hadits. Di antara ayat Al-qur’an yang menjadi dasar
pendidikan karakter adalah surat Luqman ayat 17-18 sebagai berikut :
¢Óo_ç6»t ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# ÷É9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºs
ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ wur öÏiè|Áè? £s{ Ĩ$¨Z=Ï9 wur Ä·ôJs? Îû ÇÚöF{$# $·mttB (
¨bÎ) ©!$# w =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøèC 9qãsù ÇÊÑÈ
Artinya: “Hai anakku, Dirikanlah shalat dan
suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal
yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri”.
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa ajaran Islam
serta pendidikan karakter mulia yang harus diteladani agar manusia yang hidup
sesuai denga tuntunan syari’at, yang bertujuan untuk kemaslahatan serta
kebahagiaan umat manusia. sesungguhnya Rasulullah adalah contoh serta teladan
bagi umat manusia yang mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai karakter yang
mulia kepada umatnya. Sebaik-baik manusia adalah yang baik karakter atau akhlaknya dan manusia
yang sempurna adalah yang memiliki akhlak al-karimah, karena ia merupakan
cerminan iman yang sempurna. Dalam sebuah hadits
dinyatakan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ
َاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ
عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat
apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur
sepuluh tahun maka pukullah mereka apabila tidak melaksanakannya, dan
pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud no. 495).
Dari hadits di atas, dapat di pahami bahwa, Memerintahkan anak lelaki dan wanita untuk
mengerjakan shalat, yang mana perintah ini dimulai dari mereka berusia 7 tahun.
Jika mereka tidak menaatinya maka Islam belum mengizinkan untuk memukul mereka,
akan tetapi cukup dengan teguran yang bersifat menekan tapi bukan ancaman.
Akan tetapi jika sampai usia 10 tahun mereka
belum juga mau mengerjakan shalat, maka Islam memerintahkan untuk memukul anak
tersebut dengan pukulan yang mendidik dan bukan pukulan yang mencederai.
Karenanya, sebelum pukulan tersebut dilakukan, harus didahului oleh peringatan
atau ancaman atau janji yang tentunya akan dipenuhi. Yang jelas pukulan
merupakan jalan terakhir.
Di sini dapat dipahami bahwa, menurut teori psikologi, pada rentangan usia
0-8 tahun merupakan usia emas atau yang sering kita dengar dengan istilah golden
age, yang mana pada usia ini individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai
lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age
(usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya, dan usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik dalam diri individu.
Pada usia golden age, di sadari atau tidak, perilaku imitatif pada
anak sangat kuat sekali. Oleh karena itu, selaku orang tua seharusnya
memberikan teladan yang baik dan terbaik bagi anaknya, karena jika orang tua
salah mendidik pada usia tersebut, maka akan berakibat fatal kelak setelah ia
dewasa, ia akan menjadi sosok yang tidak mempunyai karakter akibat dari pola
asuh yang salah.
Ada beberapa dimensi manusia yang secara psikologis dan sosiologis perlu
dibahas dalam kaitannya dengan terbentuknya karakter pada diri manusia. adapun
unsur-unsur tersebut adalah sikap, emosi, kemauan, kepercayaan dan kebiasaan
Sikap seseorang akan dilihat orang lain dan sikap itu akan membuat orang lain
menilai bagaimanakah karakter orang tersebut, demikian juga halnya emosi,
kemauan, kepercayaan dan kebiasaan, dan juga konsep diri (Self Conception).
1)
Sikap
Sikap seseorang biasanya
adalah merupakan bagian karakternya, bahkan dianggap sebagai cerminan karakter
seseorang tersebut. Tentu saja tidak sepenuhnya benar, tetapi dalam hal
tertentu sikap seseorang terhadap sesuatu yang ada dihadapannya menunjukkan
bagaimana karakternya.
2)
Emosi
Emosi adalah gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia, yang
disertai dengan efeknya pada kesadaran, perilaku, dan juga merupakan proses
fisiologis.
3) Kepercayaan
Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari faktor
sosiopsikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu “benar” atau “salah” atas dasar
bukti, sugesti otoritas, pengalaman, dan intuisi sangatlah penting untuk membangun
watak dan karakter manusia. jadi, kepercayaan itu memperkukuh eksistensi diri
dan memperkukuh hubungan denga orang lain.
4) Kebiasaan dan Kemauan
Kebiasaan adalah komponen konatif dari faktor sosiopsikologis. Kebiasaan
adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, dan
tidak direncanakan. Sementara itu, kemauan merupakan kondisi yang sangat
mencerminkan karakter seseorang.
Ada orang yang kemauannya keras, yang kadang ingin
mengalahkan kebiasaan, tetapi juga ada orang yang kemauannya lemah. Kemauan erat berkaitan dengan tindakan, bahakan
ada yag mendefinisikan kemauan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang
untuk mencapai tujuan.
5) konsep diri (Self Conception)
Hal penting lainnya yang berkaitan dengan (pembangunan) karakter adalah
konsep diri. Proses konsepsi diri merupakan proses totalitas, baik sadar maupun
tidak sadar, tentang bagaimana karakter dan diri kita dibentuk. Dalam proses
konsepsi diri, biasanya kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain
terlebih dahulu.
Citra diri dari orang lain terhadap kita juga akan memotivasi kita untuk
bangkit membangun karakter yang lebih bagus sesuai dengan citra. Karena pada
dasarnya citra positif terhadap diri kita, baik dari kita maupun dari orang
lain itu sangatlah berguna.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter Anak
Menurut Megawangi
(2003), kualitas karakter meliputi sembilan pilar, yaitu (1) Cinta Tuhan dan
segenap ciptaan-Nya; (2) Tanggung jawab, Disiplin dan Mandiri; (3) Jujur/amanah
dan Arif; (4) Hormat dan Santun; (5) Dermawan, Suka menolong, dan
Gotong-royong; (6) Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras; (7) Kepemimpinan
dan adil; (8) Baik dan rendah hati; (9) Toleran, cinta damai dan kesatuan.
Jadi, menurut
Ratna Megawangi, orang yang memiliki karakter baik adalah orang yang memiliki
kesembilan pilar karakter tersebut. Dan karakter tersebut diajarkan secara
eksplisit dan implisit oleh guru, dan tiap pilar di ajarkan dengan menerangkan:
knowing the good (menjelaskan kebikan), reasoning (alasan
dilakukanya), acting (dipratekikkan agar terlatih), dan feeling (merasakan
kebaikan).
Sembilan pilar
ini harus diterapkan dengan sistem refleksi. Misalnya, mguru menanyakan kepada
anak muridnya, ‘Gimana, ya, kalo kita berbohong kepada ibu?’ dari pertanyaan
itu anak akan berpikir dengan mengaitkannya dengan pilar kejujuran yang sudah
di ajari.
Karakter,
seperti juga kualitas diri lainnya yang tidak berkembang dengan sendirinya.
Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan
(nature) dan faktor lingkungan (nurture). Menurut para developmental
psychologist, setiap manusia memiliki potensi bawaan yang akan termanisfestasi
setelah dia dilahirkan, termasuk potensi yang terkait dengan karakter atau
nilai-nilai kebajikan.
Dalam hal ini, Confusius seorang filsuf
terkenal Cina menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi mencintai
kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan
sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka manusia dapat berubah menjadi
binatang, bahkan lebih buruk lagi (Megawangi, 2003). Oleh karena itu,
sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan baik
di keluarga, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat penting dalam
pembentukan karakter seorang anak.
Karakter
merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi
oleh faktor bawaan (fitrah nature) dan lingkungan (sosialisasi atau pendikan nurture).
Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi
tersebut harus terus-menerus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak
usia dini.
Pada dasarnya,
tugas dasar perkembangan seorang anak adalah mengembangkan pemahaman yang benar
tentang bagaimana dunia ini bekerja. Dengan kata lain, tugas utama seorang anak
dalam perkembangannya adalah mempelajari ”aturan main” segala aspek yang ada di
dunia ini.
Sebagai contoh,
anak harus belajar memahami bahwa setiap benda memiliki hukum tertentu
(hukum-hukum fisika), seperti : benda akan jatuh ke bawah, bukan ke atas atau
ke samping (hukum gravitasi bumi); benda tidak hilang melainkan pindah tempat
(hukum ketetapan obyek), dll. Selain itu, anak juga harus belajar memahami
aturan main dalam hubungan kemasyarakatan, sehingga ada hukum dan sanksi yang
mengatur perilaku anggota masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut
Garbarino & Brofenbrenner (dalam Vasta, 1992), jika suatu bangsa ingin
bertahan hidup, maka bangsa tersebut harus memiliki aturan-aturan yang
menetapkan apa yang salah dan apa yang benar, apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan, apa yang adil dan apa yang tidak adil, apa yang patut dan
tidak patut. Oleh karena itu, perlu ada etika dalam bicara, aturan dalam
berlalu lintas, dan aturan-aturan sosial lainnya. Jika tidak, hidup ini akan
”semrawut” karena setiap orang boleh berlaku sesuai keinginannya masing-masing
tanpa harus mempedulikan orang lain. Akhirnya antar sesama menjadi saling
menjegal, saling menyakiti, bahkan saling membunuh, sehingga hancurlah bangsa
itu.
Memahami ”aturan
main”dalam kehidupan dunia dan menginternali-sasikan dalam dirinya sehingga
mampu mengaplikasikan ”aturan main” tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan
sebaik-baiknya merupakan tugas setiap anak dalam perkembangannya. Kebiasaan
membuang sampah pada tempatnya, antri, tidak menyeberang jalan dan parkir
sembarangan, tidak merugikan atau menyakiti orang lain, mandiri (tidak
memerlukan supervisi) serta perilaku-perilaku lain yang menunjukkan adanya
pemahaman yang baik terhadap aturan sosial merupakan hasil dari perkembangan
kualitas moral dan mental seseorang yang disebut karakter.
Tentu saja kebiasaan
baik atau buruk pada diri seseorang yang mengindikasikan kualitas karakter ini tidak
terjadi dengan sendirinya. Telah disebutkan bahwa selain faktor nature, faktor
nurture juga berpengaruh. Dengan kata lain, proses sosialisasi atau pendidikan
yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, lingkungan yang lebih luas memegang
peranan penting, bahkan mungkin lebih penting, dalam pembentukan karakter
seseorang.
Menurut
Megawangi (2003), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter
apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap
anak yang dilahirkan suci dapat berkembang segara optimal. Mengingat lingkungan
anak bukan saja lingkungan keluarga yang sifatnya mikro, maka semua pihak keluarga,
sekolah, media massa, komunitas bisnis, dan sebagainya turut andil dalam
perkembangan karakter anak.
Dengan kata
lain, mengembangkan generasi penerus bangsa yang berkarakter baik adalah
tanggung jawab semua pihak. Tentu saja hal ini tidak mudah, oleh karena itu
diperlukan kesadaran dari semua pihak bahwa pendidikan karakter merupakan ”PR”
yang sangat penting untuk dilakukan segera. Terlebih melihat kondisi karakter
bangsa saat ini yang memprihatinkan serta kenyataan bahwa manusia tidak secara
alamiah (spontan) tumbuh menjadi manusia yang berkarakter baik, sebab menurut
Aristoteles (dalam Megawangi, 2003), hal itu merupakan hasil dari usaha seumur
hidup individu dan masyarakat.
Ada 4 faktor
yang bisa mempengaruhi terbentuknya karakter anak
·
Pertama karakter anak menirukan orang yang paling sering
berinteraksi dengannya.
·
Kedua karakter anak menirukan orang yang paling ia percaya.
·
Ketiga karakter anak menirukan orang yang mengajarkan sesuatu
padanya untuk pertama kali.
·
Keempat karakter anak menirukan orang yang mengajarkan sesuatu
dengan menyenangkan (menurut anak).
Selain faktor
di atas, secara umum faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter anak
seperti:
1. Faktor keluarga
Karakter masing-masing anak memiliki kekhasan walaupun dilahirkan
oleh bapak dan ibu yang sama. Kekhasan karakter masing-masing anak ini
dikarenakan dalam perkembangannya anak dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
genetik danlingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat William Stern (tokoh
aliran Konvergensi ahli pendidikan dari Jerman) bahwa pada dasarnya
perkembangan anak dipengaruhi oleh dua faktor yang saling mempengaruhi yaitu
pembawaan dan lingkungan (Dirto,1995).
Bakat yang dibawa pada waktu
lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpaadanya dukungan lingkungan yang
sesuai untuk perkembangan anak. Lingkungan yangdimaksud sering disebut sebagai
tripusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Lingkungan keluarga adalah secara umum diartikan sebagai suatu
kelompok individu yang terkait dalam ikatan perkawinan, mencakup ayah dan ibu
(orang tua) serta anak. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan
utama, yang diselenggarakan dan ditangani langsung oleh orang tuanya.
Menurut Darajat (dalam Yasin, 2007) dalam melaksanakan pendidikan
keluarga harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak tak terkecuali di
dalam mendidik emosi anak. Pendidik (orang tua) harus memiliki pemahaman
tentang perkembangan emosi anak karena anak memiliki ciri khas sendiri dalam
perkembangannya.
Peran dan pengaruh
lingkungan keluarga dalam pembentukan karakter ini penting dikarenakan
lingkungan keluarga memiliki keistimewaan. Keistimewaan dilingkungan keluarga
oleh Wahab (1999) diuraikan sebagai berikut:
a.
Keluarga
lajimnya merupakan pihak yang paling awal memberikan banyak perlakuan kepada
anak. Begitu anak lahir, lajimnya pihak keluargalah yang langsung menyambut dan
memberikan layanan interaktif kepada anak. Apa yang dilakukan dan diberikan
oleh pihak keluarga menjadikan sumber perlakuan pertama yang akan mempengaruhi
pembentukan karakteristik pribadi dan perilaku anak.
b.
Sebagian besar waktu anak lajimnya dihabiskan
di lingkungan keluarga. Besarnya peluang dan kesempatan interaksi dalam
keluarga akan sangat mempengaruhi perkembangan anak. Jika kesempatan yang
banyak ini diisi dengan hal-hal yang bermakna dan positif bagi perkembangan
anak, maka kecenderungan pengaruhnya menjadi positif pula.
c.
Karakteristik
hubungan orang tua-anak berbeda dari hubungan anak dengan pihakpihak lainnya
(guru, teman dan sebagainya). Kepada orangtua, disamping anak memiliki
ketergantungan secara materi, anak juga memiliki ikatan psikologis tertentu
yang sejak dalam kandungan sudah dibangun melaui jalinan kasih sayang dan
pengaruh pengaruh normatif tertentu.
d.
Interaksi kehidupan orang-tua anak di rumah
bersifat “asli” seadanya dan tidak dibuat-buat. Perilaku yang ditampilkan dalam
keluarga adalah perilaku wajar dan tidak di buat-buat.
Peran keluarga selain lebih banyak bersifat memberikan dukungan
belajar yang kondusif juga memberikan pengaruh pada pembentukan karakter anak,
seperti pembentukan perilaku, sikap dan kebiasaan, penanaman nilai, dan
perilaku perilaku sejenis.
Radin dalam Wahab (1999) menjelaskan enam kemungkinan cara yang
dilakukan orang tua dalam mempengaruhi anak yaitu melalui:
1)
Pemodelan
perilaku (modeling of behavior).
2)
Memberikan ganjaran
dan hukuman (giving rewards and punisment)
3)
Perintah
langsung (direct instruction)
4)
Menyatakan
peraturan-peraturan (stating rules)
5)
Nalar (reasoning)
6)
Menyediakan
fasilitas atu bahan-bahan dan adegan (providing materials and setting)
2.
Faktor Sekolah
Lingkungan sekolah memberikan pengaruh yang besar terhadap pembentukan
karakter anak dan memiliki peranan yang besar dalam membentuk karakter bangsa,
melalui pengembangan kultur akademis dalam lingkungan sekolah dalam membentuk
karakter anak didik yang dewasa dan bertanggungjawab karena adanya tata
peraturan, norma-norma sosial, pemahaman moral dan etika yang berlaku disuatu
sekolah . Kegagalan dalam mengembangkan keutamaan akademis yang
menjadi unsur penting daam pembentukan karakter, maka akan berkembang budaya
akademis non-edukatif seperti mencontek, plagiarisme, vandalisme, dll.
3.
Faktor
Lingkungan
Kalau dihitung secara kasar, maka sesungguhnya seorang anak lebih
banyak berinteraksi dengan lingkungan ketimbang dengan keluarga atau gurunya.
Pagi, anak sudah berangkat ke sekolah. Sekolah ini adalah lingkungan bagi anak,
dia belajar, bermain, berinteraksi dengan kawan dan guru. Pulang sekolah, sore
dia kembali ke lingkungan sekitar rumah, bermain, bercanda dengan teman main
play station, warnet, setelah itu dia akan ke TPA. Baru pulang ke rumah,
kerjakan PR, nonton, dan tidur. Keesokan harinya dia akan mengulangi rutinitas
seperti hari-hari sebelumnya.
Semakin bertambah umur, anak makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk
mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman bermain sebaya (Gunarsa, 1995).
Teman-teaman sebaya dapat memberikan stimulasi moral yang belum tentu sama
dengan yang diterapkan dirumah. Stimulasi teman dapat menjadi perhatian utama
anak dan dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap aturan orangtua atau guru.
Jika lingkungan tempat bermainya tidak terkontrol, kasar, tidak
mengenal sopan santun, suka berjudi, main bola sambil berjudi, main kartu,
pergaulan muda-mudi yang melampaui batas, maka akan punya dampak sangat hebat
terhadap pembentukan karakternya. Akan bertambah sulit memperbaikinya jika
orang tua dan keluarga yang lain tidak peduli atau tidak menyadari. Dengan cara
begini, maka sesungguhnya cara yang paling baik dalam membentuk karakter
seorang anak adalah dengan cara membina dan mengawasi lingkungannya.
4.
Faktor Media
Masa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti:
televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar
dalam pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu
hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5.
Faktor
Emosional
Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan
yang didasari oleh emosi yang berfungsi yang berfungsi sebagai penyaluran
frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
Sedangkan proses pembentukan karakter menurut Borba, dalam Rose mini (2010) yaitu: “Memiliki karakter yang baik adalah
sesuatu yang dapat dipelajari dan dapat mulai dibangun sejak masih balita.
Sementara Semiawan (2010) menyatakan bahwa pembentukan karakter anak dimulai
sejak dini melalui proses pembelajaran yang bersifat nyata.
Hal ini berarti bahwa pembentukan karakter merupakan proses yang panjang
dan lama yang terus berlanjut hingga masa dewasa. melalui pengalamannya
berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya),
anak belajar memahami tentang prilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan
tingkah laku mana yang tidak baik, yang tidak boleh dikerjakan.
Menurut Ausabel (dalam Hurlock, 1898) Karakter berkembang pada saat anak
mengembangkan aturan dan hukuman dari suara hati kesadaran, yang dijadikan
pemandu perilaku. Adanya perasaan bersalah (perasaan negatif dari
evaluasi diri) yang muncul pada saat seseorang mengetahui bahwa perilakunya
bertentangan dengan nilai moral yang dirasanya harus dipatuhi. Perasaan
bersalah ini berkembang diawali oleh penerimaan standar benar dan salah, baik dan
buruk. Yang kedua anak harus menerima bahwa dirinya harus berprilaku sesuai
dengan aturan yang ada dan yang ketiga anak harus memiliki kemampuan kritik
diri (self-critical) untuk menyadari bahwa adanya kesenjangan antara
perilakunya dan nilai-nilai yang telah ia internalisasikan.
Selain itu anak juga mengembangkan perasaan malu yaitu reaksi emosi yang
tidak menyenangkan dari individu terhadap perilaku atau hukuman
yang negatif dari dirinya oleh orang lain yang dihasilkan dari self-depreciation
pada saat berinteraksi langsung dengan kelompoknya. Perasaan bersalah ini
merupakan mekanisme psikologis yang penting pada saat seseorang belajar
bersosialisasi dengan budayanya. Jika anak-anak tidak memiliki perasaan
bersalah dia akan memiliki sedikit motivasi untuk menerima harapan sosialnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses perkembangan karakter adalah
suatu perkembangan yang berkaitan dengan pemahaman dan penalaran seseorang
dalam kelompoknya terhadap aturan mengenai nilai-nilai tertentu baik-buruk,
benar-salah dan apa yang seharusnya dilakukan dalam melakukan interaksi dengan
orang lain, yang dipelajari melalui orangtua, keluarga dan lingkungan tempat
dimana anak dibesarkan.
G. Tayangan TV (Televisi) yang di sukai anak
Pada saat ini banyak anak yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
menonton televisi dari pada belajar, bermain dengan teman sebayanya atau
melakun hal yang lainya. Karena mereka sejak lahir telah terbiasa dengan
kehadiran media massa. Media massa terutama televisi telah menjadi bagian
sehari-hari dari kehidupan anak. Media menjangkau semua orang dimana-mana.
Media massa (televisi) banyak sekali anak anak menyukainya. Karena televisi
banyak menyajikan program yang di gemari anak seperti: berita, musik, olah
raga, sinetron, kartun, hingga infotainment
pun disajikan hampir di setiap stasiun televisi. Tapi pada saat ini tayangan yang
membuming yang disukai di kalangan anak-anak adalah tayangan yang menampilkan
unsur percintaan, kekerasan, hura-hura dsb.
Anak-anak adalah kalangan mayoritas yang sangat menyukai genre film
kartun dan saking memfavoritkan film yang satu ini, anak-anak kadang suka
meniru gaya tokoh dalam acara itu. Karena menurut mereka film kartun dari mulai
ceritanya yang seru, tokoh-tokoh yang lucu, bentuknya yang aneh-aneh, serta warna-warni
film kartun yang menarik sampai dengan model pakaian yang dikenakan oleh si
tokoh kartun ternyata menjadi alasan bagi sebagian anak-anak untuk menonton dan
menyukainya. Contonya seperti film “Spongebob”. Anak-anak di Indonesia
mayoritas sangat menyukai sekali acara spongebob dan anak-anak banyak yang meragakan
serta meniru gaya film tersebut. Apalagi anak-anak sangat suka meniru dan mengikuti lagu yang di
menyanyikan pengiring tayangan kartun ini. Walaupun menggunakan bahasa inggris,
namun melodinya sangat mudah diingat dan bentuknya yang unik sehingga familiar
di kalangan anak-anak. Dan sampai saat
ini pun Spongebob masih ditayangkan di televisi. Satu ciri khas dari kartun ini
adalah tidak masuk akal atau unsur pembodohan dan memiliki animasi unik. dalam
setiap episodenya, selalu saja ada adegan-adegan tidak masuk akal yang mungkin
anak kecil belum mampu mencernanya bahkan orang dewasa sekali pun, dan bahkan
film kartun ini tidak layak untuk di tayangkan dan di tonton. Tetapi anak-anak
tetap saja meyukai film ini walupun film ini tidak layak untuk di tayangkan.
Dan tak kalah menarik perhatian di kalangan anak-anak saat ini yaitu
sinetron yang berbau mistis salah satu contohnya sinetron “GGS (Ganteng Ganteng
Srigala)”. Film ini banyak sekali penggemarnya mulai dari anak-anak sampai
orang dewasa menyukai film ini. Karena, menurut mereka senetron ini pemerannya
cantik-cantik dan ganteng-ganteng, ceritanya menarik, dan gaya pemain GGS
sangat keren sehingga sangat banyak anak anak yang mengikuti gaya mereka mulai
dari gaya bahasa yang lebay, gaya rambut, gaya pakaiyan dll.
Ada salah satu adegan yang di sukai anak anak yaitu adegan
perkelahihan. Dan tak jarang anak memperaktekan adegan perkelahian yang mereka lihat
di televisi dengan teman sekolah atau teman mainya di rumah menurut mereka itu
keren.
sinetron ini seharusnya dikonsumsi kalangan dewasa kini dengan
mudah dapat dikonsumsi oleh anak-anak. Dan sinetron ini merukan sinetron yang
tidak layak tayang, karena tidak mendidik dan bahkan ada unsur kekerasan
sehingga anak-anak banyak memeraktekannya di dunia nyata.
Selain contoh tayangan di atas anak-anak juga banyak menyukai
tayangan yang berbau reliji yang bersifat positif seperti “Hafidz Qur’an”. Sehingga
anak-anak dapat termotivasi untuk balajar membaca dan menghafal al-qur’an dengan benar dengan cara mengikuti gaya baca
al-qur’an sang idola yang sudah terlaih dengan baik. Tayangan seperti inilah
yang bermutu dan patut di contoh oleh anak-anak dan layak di pertontonkan oleh
seluruh anak-anak, sebab tayangan seperti ini merupakan tayangan mendidik anak
agar terbiasa belajar al-qu’an dengan baik dan sangat cocok di praktekan di
dunia nyata dan di kehidupan sehari-hari.
H. Dampak tayangan TV (Televisi) terhadap
perkembangan karakter anak
Di
antara berbagai media massa, televisi memainkan peran yang terbesar dalam
menyajikan informasi yang tidak layak dan terlalu dini bagi anak-anak. Pengaruh Media terhadap anak makin besar, teknologi
semakin canggih & intensitasnya semakin tinggi. Padahal orangtua tidak
punya waktu yang cukup untuk memerhatikan, mendampingi dan mengawasi anak. Anak
lebih banyak menghabiskan waktu menonton TV ketimbang melakukan hal lainnya.
Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu menyelesaikan masalah. Mereka juga
belajar untuk duduk di rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan
berolahraga.
Hal ini menjauhkan mereka dari
pelajaran-pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara berinteraksi
dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi dan berbagi di dunia yang penuh
dengan orang lain. Ikatan Dokter Anak Indonesia dalam bloknya
“http\pengaruh-nonton-tv-pada-anak-anak.html” mengungkapkan fakta bahwa Anak
merupakan kelompok pemirsa yang paling rawan terhadap dampak negatif siaran TV.
Data tahun 2002
mengenai jumlah jam menonton TV pada anak di Indonesia adalah sekitar 30-35
jam/minggu atau 1560-1820 jam/ tahun . Angka ini jauh lebih besar dibanding jam
belajar di sekolah dasar. Tidak semua acara TV aman untuk anak, saat ini jumlah
acara TV untuk anak usia prasekolah dan sekolah dasar perminggu sekitar 80
judul ditayangkan dalam 300 kali penayangan selama 170 jam. Padahal dalam
seminggu ada 24 jam x 7 = 168 jam. Selain sudah sangat berlebihan, acara untuk anak juga banyak
yang tidak aman.
Anak-anak lebih
bersifat pasif dalam berinteraksi dengan TV, bahkan seringkali mereka terhanyut
dalam dramatisasi terhadap tayangan yang ada di televisi. Disatu sisi TV
menjadi sarana sebagai media informasi, hiburan bahkan bisa sebagai kemajuan kehidupan,
namun disisi lain TV dapat menularkan efek yang buruk bagi sikap, pola pikir,
perilaku anak. Misalnya, tayangan seks dan kekerasan. Anak-anak yang masih
rentan daya kritisnya, akan mudah sekali terpengaruh dengan isi dan materi
tayangan televisi yang ditontonnya, dan pengaruhnya bisa terbawa sampai mereka
dewasa.
Televisi si kotak ajaib
telah menjadi media yang keberadaannya sangat ditentukan oleh kendali
pemakainya. Artinya, Televisi adalah sarana yang berisi tayangan-tayangan.
Meskipun Melvin De Fleur menyatakan bahwa televisi mampu mempengaruhi sikap dan
perilaku masyarakat. Tetapi sebenarnya yang salah bukan televisinya tetapi
dampak tayangan yang ada dalam televisi. Dengan demikian, persoalan mendasar
dari kehadiran media televisi adalah terletak pada dimensi pemanfaatan.
Pemanfaatan inilah yang menjadi titik masalah munculnya perilaku-perilaku yang
mengkhawatirkan.
Kebiasaan menonton TV
dapat membuat anak menjadi pemalu, karena terisolasi dari pergaulannya dengan
teman-teman sebaya lainnya. Hal itu yang dapat mempengaruhi psikologis anak
menurut Athif Abul Id dan Syeikh Muhamammad Sa’id Marsa dalam bukunya yang
berjudul “Bermain lebih baik dari pada nonton TV”. Selain itu
pola menonton TV yang tidak terkontrol akan menimbulkan dampak psikologis bagi
anak-anak. Yang pertama, keterampilan anak jadi kurang berkembang. Usia anak
adalah usia dimana si anak sedang mengembangkan segala kemampuannya seperti
kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain dan kemampuan
mengemukakan pendapat.
Dampak
lainnya, disadari atau tidak, perilaku-perilaku yang dilihat di TV akan menjadi
satu memori dalam diri si anak dan akibatnya si anak menjadi meniru yang bisa
berkembang menjadi karakter pribadinya di kemudian hari, kalau tidak segera
diantisipasi. Jadi jangan heran, kalau orangtua melihat tingkah anaknya yang
kasar atau suka mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan, meski orang
tua setengah mati meyakinkan bahwa mereka tidak pernah mendidik anaknya seperti
itu. Bisa jadi, itu akibat
pola menonton tv yang tidak terkontrol.
Jalaludin
Rahmat memaparkan dalam bukunya “psikologi komunikasi”Secara umum ada
tiga lingkungan yang sangat mempengaruhi kualitas mental dan spiritual anak,
yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial budaya
yang berhubungan dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku di
masyarakat, termasuk di dalamnya pengaruh televisi, buku dan media massa. Ketiga lingkungan tersebut saling menopang dalam
mempengaruhi perkembangan dan pembentukan karakter anak.
Meskipun pemerintah
telah membuat UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran tetapi pelaksanaannya
masih setengah hati. Yang paling berperan adalah orangtua sebagai jembatan
dalam hubungan antara anak dengan TV menjadi sangat penting. Dampingilah
anak-anak dalam menonton TV dan jika hal ini diterapkan dalam kegiatan
sehari-hari maka hasilnya sangat positif. Keberadaan orang tua di samping anak
pada saat menonton TV dapat menjelaskan secara langsung jika ada adegan-adegan
kekerasan. Bila anak-anak menonton TV pastikan mereka benar-benar memahami
pendapat yang anda berikan mengenai kekerasan.
Bahaslah cara-cara
untuk mengatasi sebuah pertengkaran tanpa harus dengan adanya kekerasan, dengan
memberikan contoh-contoh kejadian yang terjadi sehari-hari. Bila anak sudah
besar, maka cerita kanlah pengalaman hidup
nyata yang berhubungan dengan kekerasan. Jelaskan pula bahwa kekerasan yang ada
di TV hanyalah rekayasa dan tidak sungguh-sungguh. Bantulah anak agar dapat
bersikap kritis tentang kekerasan di TV, bahwa hal itu sengaja direkayasa untuk
ditonton.
Dampak fositif tayangan televisi
di lihat dari aspek pendidikan, yaitu: bahwa pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan
akan lebih jelas dan tergambarkan oleh tayangan media audio visual.
Tayangan-tayangan informasi, seperti acara keagamaan, berita, dan dialog
merupakan jenis tayangan yang bernuansa pendidikan.Penonton akan melakukan hal
yang positif dari tayangan tetsebut, seperti tayangan keagamaam mengajak
penonton yang tadinya tidak menjalankan ibadahnya, maka dengan menonton akan
menjalankan ibadahnya. penonton akan meningkat pengetahuanna, salah satunya
melalui tayangan televisi.
F.
Cara mengatasi dampak negatif dari TV terhadap perkembangan karakter
1. Pengawasan tayangan televisi yang baik untuk anak
Orang tua harus dapat memilih acara yang sesuai dengan
usia anak. Jangan biarkan anak menonton acara yang tidak sesuai dengan usianya.
Walaupun ada acara yang memang untuk anak-anak, perhatikan dan analisa apakah
sesuai dengan anak-anak. Maksudnya tidak ada unsur kekerasan atau hal lain yang
tidak sesuai dengan usia mereka.
Selain itu juga orang tua sebaiknya mendampingi anak
saat menonton televisi. Tujuannya adalah agar acara televisi yang ditonton oleh
anak dapat terkontrol dan orangtua dapat memperhatikan apakah acara tersebut
layak ditonton atau tidak. Orangtua juga dapat mengajak anak membahas apa yang
ada di televisi dan membuatnya mengerti bahwa apa yang ada di televisi tidak
tentu sama dengan kehidupan yang sebenarnya.Orang tua juga harus mengetahui
acara favorit anak dan bantu anak memahami pantas tidaknya cara tersebut mereka
tonton, ajak mereka menilai karakter dalam acar tersebut secara bijaksana dan
positif.
Orangtua sebaiknya tidak meletakkan televisi di kamar
anak. Selain untuk mempermudah orangtua mengontrol tontonan anak, juga tidak
membuat aktivitas yang seharusnya dilakukan di kamar seperti tidur dan belajar
menjadi terganggudan beralih ke televisi.
2. Pengontrolan waktu menonton televisi yang tepat
Orang tua baiknya memberi kesepakatan dengan jadwal
kepada anak tentang mana acara yang boleh ditonton atau tidak, kapan boleh
menonton, waktu beribadah, waktu belajar, waktu tidur, bahkan waktu membantu
orang tua di rumah dan berikan sanksi bila melanggar.
Periksalah jadwal acara televisi, sehingga orangtua
dapat mengatur acara apa yang akan ditonton bersama anak. Dengan mencari dan
melihat resensi atau ulasan mengenai film atau acara tersebut orangtua akan
tahu garis besar isi acara tersebut sehingga dapat menentukan pantas tidak
acara tersebut disaksikan. Orangtua juga harus membiasakan anak tidak menonton
televisi di hari-hari sekolah. Ini dimaksudkan untuk menghindari kurangnya
waktu belajar anak karena terlalu banyak menonton acara televisi. Di sini
orangtua harus memberi contoh dengan tidak banyak menonton televisi. Jika anak
melihat orangtuanya sering menonton televisi sedangkan ia tidak diperkenankan
tentu anak akan menganggap itu tidak adil.
3. Pemilihan kegiatan
alternatif lain yang baik untuk anak
Orang tua dapat mengajak anak untuk melekukan banyak
aktivitas lain selain hanya menonton televisi. Orangtua dapat mengajak anak
keluar rumah untuk menikmati alam dan lingkungan, bersosialisasi secara positif
dengan orang lain.
Orang tua juga dapat memperkenalkan dan mengajarkannya
suatu hobi baru. Kegiatan alternatif tersebut antara lain:
a. Pergi ke perpustakaan atau ke toko buku terdekat
Membiasakan anak membaca buku merupakan hal yang baik.
Bila sempat, sisakan waktu setiap hari, jika tidak, beberapa kali setiap minggu
untuk membacakan cerita kepada anak atau biarkan sekali-kali anak yang
membacakan cerita. Jangan lupa untuk membahas kembali apa yang telah dibaca.
Tanyakan kepada mereka tentang ceritanya, bantu mereka menemukan kosakata baru
dan ajak anak untuk membaca beragam macam bacaan. Sediakan sebanyak mungkin
buku yang pantas di sekitar rumah dan minta kerjasama keluarga untuk menjadikan
buku sebagai hadiah ulangtahun, liburan atau lebaran.
b. Bercocok tanam
Kebiasaan menonton televisi menjauhkan kita dari alam.
Padahal banyak hal yang bisa diajarkan oleh alam, dan yang tidak bias
didapatkan dari menonton televisi. Dengan mengajak anak bercocok tanam, bisa
mengajarkan kepada anak banyak hal. Mulai membuat taman bunga sendiri, atau
bahkan 1 pot saja. Dengan ini anak bisa belajar makna tumbuh dan bertanggung
jawab. Jadi setiap kali ia menyiram bunganya di pagi hari, ia akan ingat bahwa
tanaman, seperti kita semua itu mulai dari benih, tumbuh, berkembang dan kelak
layu dan mati.
c. Melihat awan
Melihat awan mungkin kedengarannya adalah hal yeng
aneh karena kita tidak dibiasakan menikmati langit. Atau kita biasa hanya
terpaku dengan indahnya bintang-bintang di malam hari. Padahal awan itu hampir
selalu ada, selalu bergerak dan kadang-kadang membentuk hal-hal yang unik,
seperti kuda nil, atau pesawat terbang.Para orang tua bisa mengajak anak untuk
menggambarkan bentuk apa yang dia lihat di awan. Kadang mereka bisa melihat 1
awan tapi dengan 2 bentuk yang berbeda. Orang tua dan anak juga bisa
mengajaknya membuat puisi tentang awan. Atau biarkan mereka mengarang cerita
tentang apa kira-kira rasanya bila kita bisa hidup di awan. Hal ini bisa memicu
daya imajinasi dan kreativitas.
d. Menulis surat
Kebiasaan memiliki sahabat pena sudah begitu jauh dari
kehidupan anak-anak kita. Dengan teknologi yang kini sudah begitu canggih, anak
lebih senang menggunakan telepon untuk bercerita. Tapi ternyata menulis surat
melatih banyak hal. Selain mengenali prosedur pengiriman barang (amplop,
perangko dan jasa besar pak pos), menulis surat juga melatih motorik dan
membuat anak senang bila menerima balasan.
e. Jalan-jalan
Jalan-jalan itu sebenarnya merupakan kegiatan yang
bisa dilakukan dengan mudah dan murah. Tidak perlu banyak mengeluarkan uang.
Jalan-jalan ke rumah teman atau sekadar berkeliling lingkungan rumah saja untuk
menyapa tetangga. Kita juga bisa berjalan-jalan ke taman kota dan membuat
piknik atau sekadar bermain di sana. Jalan-jalan itu baik untuk tubuh karena
bisa menurunkan tekanan darah dan resiko terkena penyakit jantung. Dan yang
lebih menguntungkan, jalan-jalan juga bias mengurangi berat badan. Jalan-jalan
juga bisa menenangkan pikiran dan melepaskan stres. Karena dengan berjalan,
otak melepaskan zat yang bisa meringankan tekanan pada otot serta mengurangi
kecemasan. Jalan-jalan juga bagus untuk lingkungan. Kalau kita lebih sering
berjalan dari pada menggunakan transportasi bermesin, kita bisa menghemat 7
milyar gallon bensin dan 9.5 juta ton asap pembuangan kendaraan bermotor
pertahunnya.
f. Mendengarkan radio atau membaca
koran
Anak sekarang sudah jarang sekali mendengarkan radio,
apalagi membaca koran. Padahal mungin mereka bisa mendapatkan informasi yang
tidak kalah banyaknya dibanding mendengarkan berita di televisi. Radio bisa
melatih anak untuk mendengarkan dengan baik dan Koran bisa mengajak anak untuk
menambah wawasannya tentang dunia.
g. Berolahraga
Kadang kata olahraga terdengar berat, tapi setelah
dilakukan biasanya menyenangkan. Selain jalan-jalan, bersepeda dan berenang,
masih banyak lagi olahraga yang bisa dilakukan bersama keluarga.
h. Bakti sosial
Orang tua sering lupa mengajak anak untuk memerhatikan
orang- orang di lingkungan sekitar yang tidak seberuntung mereka. Dengan
mengajak anak untuk bersama-sama membersihkan rumah dan lemari pakaian dari
barang-barang yang tidak lagi digunakan tapi masih bagus dan layak pakai untuk
disumbangkan ke panti-panti asuhan di sekitar rumah dapat meningkatkan rasa
social yang tinggi pada anak.
i.
Mengikuti Kursus
Pelajaran di sekolah sebagian besar hanya melatih otak
kiri. Baiknya orang tua tidak lupa untuk melatih otak kanan anak . Ambil les
yang menarik dan sesuai dengan bakat anak. Mulai dari les musik dengan piano,
gitar, biola atau drumnya, atau les menari mulai dari tarian daerah, tarian
modern dan ballet, atau les-les lainnya. Tapi orang tua harus memperhatikan
jangan sampai les-les ini menambah beban belajar yang sudah menumpuk di
sekolah. Pastikan anak mendapatkan waktu yang cukup untuk istirahat juga.
j.
Mengerjakan keterampilan tangan
Banyak buku sekarang yang mengajarkan membuat
keterampilan tangan, sehingga kita bisa melakukannya secara otodidak.
Keterampilan tangan bisa dalam bentuk bermacam ragam, mulai dari meyulam,
origami sampai membuat bunga dari sabun mandi.
k. Kunjungan ke kebun binatang atau museum
Kegiatan mengunjungi kebun binatang akan selalu
menyenangkan karena kita bisa melihat beragam binatang yang tidak biasa kita
lihat sehari-hari. Anak-anak biasanya menyukai hal-hal tersebut. Bila ada waktu
dan transportasi, mengunjungi taman safari dan bersentuhan dengan
binatang-binatang secara langsung juga bisa dijadikan kegiatan alternatif
mengisi waktu luang. Selain itu, museum juga menarik untuk dikunjungi. Dari
museum anak-anak bisa banyak belajar tentang sejarah dan melihat langsung
artefak-artefak menarik tentang sejarah tersebut.
4. Pembinaan hubungan komunikasi yang
baik antara anak dan orang tua di rumah
Yang menarik adalah hasil studi pakar psikiatri
Universitas Harvard, Robert Coles . Temuannya menunjukan bahwa pengaruh negatif
tayangan televisi, justru terdapat pada keharmonisan di keluarga. Dalam
temuannya, anak-anak yang mutu kehidupannya rendah sangat rawan terhadap
pengaruh buruk televisi.
Sebaliknya keluarga yang memegang teguh nilai, etika,
dan moral serta orang tua benar-benar menjadi panutan anaknya tidak rawan
terhadap pengaruh tayangan negatif televisi. Lebih lanjut Cole menunjukan bahwa
mempermasalahkan kualitas tayangan televisi tidak cukup tanpa mempertim-bangkan
kualitas kehidupan keluarga. Ini berarti menciptakan keluarga yang harmonis
jauh lebih penting ketimbang menuduh tayangan televisi sebagai biangkerok
meningkatnya perilaku negatif di kalangan anak dan remaja.
Mungkin kita akan lebih yakin terhadap temuan Coles
apabila mengkaji bagaimana proses pembentukan perilaku manusia. Pembentukan
perilaku didasarkan pada stimulus yang diterima melalui pancaindra yang
kemudian diberi arti dan makna berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan
keyakinan yang dimilikinya. Anak, sebagai individu yang masih labil dan mencari
jati diri, sangat rentang dengan perilaku peniruan yang akhirnya akan
terinternalisasi dan membentuk pada kepribadiannya.
Tayangan televisi yang dilihatnya setiap saat masuk ke
dalam otaknya. Bagi anak yang berasal dari mutu kehidupan keluarganya baik,
semua yang ia lihat di layar televisi dapat disaring melalui suasana keluarga
yang harmonis, dimana orang tuanya bisa menjadi panutan. Komunikasi dan contoh
orang tua dalam perilaku sehari-hari membuat benteng yang kokoh dalam membendung
semua pengaruh buruk di layar televisi. Sebaliknya, anak yang berasal dari
keluarga yang mutu kehidupan keluarganya rendah, semua tayangan di televisi
sulit disaring, karena mereka belum bisa membedakan mana perilaku yang
baik/buruk. Begitu pula dalam lingkungan keseharian di keluarganya tidak
ditemukan sikap dan perilaku normatif yang dapat dijadikan filter tayangan
televisi.
Salah satu kegiatan yang bisa membantu proses
pembinaan komunikasi antara anak dan orang tua di dalam rumah adalah bercengkrama
satu sama lain. Bercengkrama dengan keluarga merupakan sesuatu yang mahal
karena penelitian mengatakan bahwa 54% anak berusia 4-6 mengaku lebih senang
menonton TV daripada bermain dengan ayahnya. Para orangtua juga mengaku bahwa
mereka hanya menghabiskan sekitar 40 menit perhari untuk melakukan percakapan
yang berarti dengan anaknya. Kedekatan dengan keluarga tidak bias dibeli.
Jangan biarkan televisi mencuri lagi waktu untuk keluarga yang memang sudah
tinggal sedikit sekali karena terpotong aktivitas sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan diatas penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
1.
tayangan TV (Televisi) adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan
informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun
tertutup berupa program yang teratur dan berkesinambungan.
2.
Media massa (televisi)
banyak sekali anak anak menyukainya. Karena televisi banyak menyajikan program
yang di gemari anak seperti: berita, musik, olah raga, sinetron, kartun, hingga infotainment pun disajikan hampir di setiap stasiun
televisi. Tapi pada saat ini tayangan yang membuming yang disukai di kalangan
anak-anak adalah tayangan yang menampilkan unsur percintaan, kekerasan,
hura-hura dsb.
3. Disatu sisi TV menjadi sarana sebagai media informasi,
hiburan bahkan bisa sebagai kemajuan kehidupan, namun disisi lain TV dapat
menularkan efek yang buruk bagi sikap, pola pikir, perilaku anak. Misalnya,
tayangan seks dan kekerasan. Anak-anak yang masih rentan daya kritisnya, akan
mudah sekali terpengaruh dengan isi dan materi tayangan televisi yang
ditontonnya, dan pengaruhnya bisa terbawa sampai mereka dewasa.
4.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan diatas penulis dapat mengambil simpulan
sebagai berikut :
1.
Tayangan TV (Televisi) adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan
informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun
tertutup berupa program yang teratur dan berkesinambungan.
2.
Media massa (televisi)
banyak sekali anak anak menyukainya. Karena televisi banyak menyajikan program
yang di gemari anak seperti: berita, musik, olah raga, sinetron, kartun, hingga infotainment pun disajikan hampir di setiap stasiun
televisi. Tapi pada saat ini tayangan yang membuming yang disukai di kalangan
anak-anak adalah tayangan yang menampilkan unsur percintaan, kekerasan,
hura-hura dsb.
3. Disatu sisi TV menjadi sarana sebagai media informasi,
hiburan bahkan bisa sebagai kemajuan kehidupan, namun disisi lain TV dapat
menularkan efek yang buruk bagi sikap, pola pikir, perilaku anak. Misalnya,
tayangan seks dan kekerasan. Anak-anak yang masih rentan daya kritisnya, akan
mudah sekali terpengaruh dengan isi dan materi tayangan televisi yang
ditontonnya, dan pengaruhnya bisa terbawa sampai mereka dewasa.
4. Televisi merupakan sarana yang berisi tayangan-tayangan. Melvin De Fleur menyatakan bahwa televisi mampu mempengaruhi sikap
dan perilaku masyarakat terutama prilaku anak. Misalnya si anak suka menonton
sinetron Ganteng Ganteng Srigala (GGS) di sinetron ini ada adegan perkelahiyan
sesama teman sehingga si anak meniru dan memperaktekannya di dunia nyata dengan
teman mainnya sehingga bisa berkembang menjadi karakter pribadinya di kemudian hari,
kalau tidak segera diantisipasi.
5. Apabila pola
menonton TV yang tidak terkontrol akan menimbulkan dampak psikologis bagi
anak-anak. Contohnya seperti: keterampilan/kemmpuan anak jadi kurang berkembang
seperti kemampuan
berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain dan kemampuan mengemukakan
pendapat.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan
di atas penulis memberikan beberapa saran:
a. Orang tua harus mendampingi dan memilihkan acara tayangan televisi ketika anak ingin menonton tayangan televisi,
agar anak tidak mudah terpengaruh dengan adegan yang di tayangkan di stasiun
televisi.
b. Orang tua harus membatasi waktu anak untuk menonton televisi dan menyuruh
anak banyak belajar .
c. Orang tua harus memberikan teladan yang baik dan terbaik bagi anak, karena
jika orang tua salah mendidik pada anak, maka akan berakibat fatal kelak
setelah ia dewasa, ia akan menjadi sosok yang tidak mempunyai karakter akibat
dari pola asuh yang salah.
Riwayat Hidup Penulis
Penulis bernama lengkap
Sinta Nurjulaiha dilahirkan di Kuala Tungkal 13 Oktober 1996 anak ketiga dari 6
bersaudara dari pasangan bapak Yayi dan Ibu Parwati.
Penulis menyelesaikan pendidikan pertama di SDN... pada tahun 2009, lalu penulis melanjutkan ke
Madrasah Tsanawiyyah Jamiatul Khoir di Bumi selama dua semester, kemudian
pindah ke Madrasah Tsanawiyyah Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur pada tahun
2012, dan kemudian melanjutkan study nya di di tingkat Mu’allimin yang masih di
wilayah Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur.
Selama menjadi santi, penulis pernah aktif di organisasi
RG-UG tingkat Tsanawiyyah dan menjabat sebagai bidang PUBLIKASI pada tahun
2011, Penulis juga pernah aktif di organisasi pondok yaitu ISPI dan menjabat sebagai
bidang SP (Sarana Pemikiman) pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 penulis
menjabat sebagai bidang ORKES (Olah Raga dan Kesenia). Dan sampai sekarang,
penulis masih aktif berstatus sebagai santri Pesantren Persatuan Islam 04
Cianjur di tingkat Mu’allimin.
Daftar Putaka
·
Drs.Alex Sobur, M.Si. (2003) Psikologi Umum.
Bandung: Pustaka Setia
·
Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.pd. (2000) Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya
·
Abdul majid, Dian
andayani. 2010. Pedidikan karakter dalam perspektif Islam. Bandung:
Insan Cita Utama
·
Biagi, Shirley. (2010).
Media/Impact. Pengantar Media Massa. Jakarta: Salemba Humanika.
·
Graeme, Barton. (2007).
Membincangkan Televisi: Sebuah Pengantar Kepada Kajian Televisi. Jalasutra.
·
Mufid, Muhammad. (2005).
Komunikasi Regulasi dan Penyiaran. Jakarta: Prenanda Media.
·
Soenarko,
bambang. 2010. Konsep pendidikan karakter. Kediri: universitas
·
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, Edisi 3, 2003). (al-Mihrab, Rubrik : Telaah Utama,
Edisi 16 Tahun ke-2, Semarang, 2005).
·
Dirto Hadisusanto, dkk. 1995. Pengantar Ilmu
Pendidikan. Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta
·
Hurlock, EB. 1978. Perkembangan Anak
(terjemahan). Erlangga: Jakarta.
Komentar
Posting Komentar