KARYA TULIS PERANAN TAYANGAN TV RERHADAP PERKEMBANGAN KARAKTER ANAK


Peranan Tayangan TV (Televisi) Terhadap Perkembangan Karakter Anak
KARYA TULIS
Copy of Logo+PERSIS.jpgDiajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Akhir Di Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur




Oleh:

Sinta Nurjulaiha
NIS:


PESANTREN PERSATUAN ISLAM 04 CIANJUR
Jln. Dr. Muwardi No. 171c By Pass Telp. (0263)2630701 Cianjur 43216
2014 - 2015 M / 1435 - 1436 H







KATA PENGANTAR
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$#
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya dan menyempurnakannya dengan akal sehingga bisa membedakan antara yang haq dan yang batil, yang shohih dan yang dho’if dan bisa membawa hidupnya kejalan yang diridhoi Allah SWT.
Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran kepada penulis, sehingga penulis bisa dapat menyelesaian dan mengerjakan karya tulis ini dengan sebaik-baiknya.
Dalam penulisan ini penulis menemukan berbagai kesulitan dan berbagai hal yang membuat karya tulis ini sempat terlambat, namun alhamdulillah berkat ridho dan izin Allah SWT karya tulis ini selesai di susun.
Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam pembuatan karya tulis ini masih jauh dari sempurna dan dari apa ang di harapkan. Namun berkat adanya dukungan, serta arahan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penulis bisa menyelesaikan karya tulis ini. Tidak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada :
1.      Allah SWT yang telah memberi ridho serta inayah-Nya kepada penulis sehngga dapat menyelesaikan karya tulis ini.
2.      Babeh dan mamah tercinta      yang selalu di hati, yang selalu mendo’akan, mensuport dan memberi fasilitas kepada penulis dan tak lupa buat kakak-kakaku dan adik-adiku tersayang yang telah memberikan semangat kepada penulis.
3.      Al-ustadz E. Khairuman Ghazaly, S.Pd.I, selaku Mudirul’am Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur.
4.      Al-ustadz Acep Zaenudin, S.Sos, selaku Mudir Mu’allimin
5.      Al-ustadz Wildan Fauzi, S.Pd.I, selaku wali kelas XII B IPS yang selalu memberi motivasi kepda penulis dalam proses penyusunan.
6.      Al-ustadz Irfan Hikmat, S.Pd.I, selaku pembingbing karya tulis yang telah berkenan memberikan peunjuk dan bimbingan sehingga karya tulis ini dapat terwujud.
7.      Ibu Rina Karlinawati, S.Pd.I, dan Ibu Risda Darmayanti, S.Pd.I,  yang menjadi ibu kedua dikala perantauwanku untuk menuntut ilmu .
8.      Seluruh Asatdizah Pesantren Persis 04 cianjur yang telah meluangkan waktunya untuk membantu serta membingbing penulis.
9.      Kak Iman (imong) yang telah membantu penulis dalam menyusun pembuatan karya tulis.
10.  Lefi binti Daud, Aliya binti Nana, Anbar binti Ateng, Sopia Agustina binti Agus dan Dini binti Hasan yang selalu mengertikan penulis dan selalu ada dalam suka maupun duka. Miss You Are JJJ
11.  Teman-teman seperjuangan yaitu keluarga besar Andalusia, dan terutama keluarga besar BARKIPS, yang selama 3 tahun selalu bersama-sama dan selalu memberi warna pelangi keceriaan setiap harinya.
12.  Anak-anak R2 ,anak anak MIZU SUKUSAI yang salalu memberi warna warni kehidupan untuk penulis dan tak lupa semua anak ISPA –ISPI yang selalu memberi suport.
13.  Ibu Ilah, Ibu Lilis serta ibu Eti, yang selalu menyiapkan kebutuhan perut untuk penulis, sehingga penulis dapat berkonsentrasi dalam pembuatan karya tulis.
14.  Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung.





Cianjur, , ,2014



Penulis















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                              
DAFTAR ISI                                                                                                            
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Penulisan
D.    Metode Penulisan
E.     Sistematika Penulisan
BAB II Pembahasan
A.    Tayangan TV (Televisi)
1.      Pengertian Tayangan  TV (Televisi)
2.      Manfaat TV (Televisi)
3.      Dampak Tayangan-Tayangan TV (Televisi)
B.     Perkembangan Karakter Anak
1.      Pengertian perkembangan anak
2.      Pengertian Karakter Anak
3.      Pendidikan Karakter
4.      Faktor yang mempengaruhi pembentukan
 karakter anak
C.     Pengaruh tayangan televisi terhadap
 pembentukan karakter anak
D.    Cara mengatasi dampak negatif dari
 TV terhadap perkembangan karakter
E.     Manfaat tayangan TV terhadap
perkembanngan karakter anak
BAB III PENUTUPAN
A.    Simpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA                              



 BAB I
PENDAHULAN
A.    Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi sekarang ini, perkembangan teknologi sudah semakin berkembang, produk elektronik pun semakin menjadi incaran para konsumen di berbagai pelosok negeri, sehingga akivitas pasar teknologi pun semakin bersaing, terutama dalam hal audio visual.
Audio visual merupakan salah satu media elekronik yang banyak di gemari oleh berbagai macam kalangan. Mulai dari kalangan atas hingga kalangan bawah. Adapun, audio visual yang banyak di lirik oleh para konsumen adalah  TV (Televisi). TV merupakan alat yang paling mudah untuk menyerap berbagai macam informasi. Informasi yang di sajikan / disiarkan di dalamnya pun beragam. Dalam penyiarannya, TV tidak hanya menayangkan informasi semata, ada berbagai macam acara yang selalu menjadi tontonan menarik bagi semua kalangan.
Di Indonesia TV sedah menjadi barang yang membudaya, artinya di setiap satu kepala keluaga minimal harus mempunyai satu TV, adapun dalam penyiaran tayangan TV di Indonesia terdapat beberapa tayangan yang menarik dari berbagai chanel dan menjadi favorit di semua kalangan, baik kalangan tua, remaja, hingga kalangan anak-anak pun ikut menyaksikan tayanganya.
Tayangan TV banyak memberikan informasi kepada masyarakat, baik itu informasi yang negatif ataupun positif, masyarakat sekarang tidak terlalu peduli dengan isi dari informasi tersebut, apakah itu baik atau buruk? Bagi mereka selama informasi itu menyenangkan dan  bisa dinikmati meraka akan menontonnya, padahal seharusnya masyarakat bisa memilih mana tayangan yang layak ditonton dan mana yang tidak. Hal ini karena bisa berdampak untuk kedepannya, khususnya pada perkembangan karakter anak.
Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda, tergantung dari lingkungan dan dunia pendidikan mereka masing-masing , anak yang berada dalam lingkungan yang baik pasti akan terbawa baik begitupun sebaliknya, orang tua sebagai self-control bagi anaknya harus memberikan lingkungan yang baik bagi perkembangan karakter anak. Begitupun dengan tontonan, orang tua harus bisa mengarahkan anaknya dalam menonton tayangan televisi, hal ini karena tidak semua tayangan televisi itu baik untuk ditonton. Ada beberapa dan banyak tayangan yang tidak layak untuk ditonton oleh anak-anak khususnya di bawah umur 15 tahun, seperti tayangan perkelahian, percintaan orang dewasa, kekerasan dalam keluarga, sampai pembunuhan.
Bila hal ini tidak diperhatikan akan memberikan dampak yang buruk dan berkepanjangan dalam perkembangan karakter anak, karena tayangan TV adalah pendidikan yang sangat berpengaruh, karena bukan pendidikan berupa ucapan, namun perbuatan/contoh langsung, sehingga seorang anak akan terpengaruh secara langsung untuk berbuat sama seperti yang ada dalam tayangan tersebut, hal ini karena tayangan tersebut bersifat umum dan bebas, sehingga akhirnya seorang anak merasa tidak salah berbuat seperti itu, namun bila tayangan itu baik maka tidak menjadi masalah karena bisa membantu orang tua dan guru dalam mendidik karakter anak, namun disayangkan karena tayangan televis sekarang sedikit sekali yang mengajarkan pendidikan yang baik.
Dari permasalahan diatas maka penulis berkeinginan untuk menelitinya melalui penulisan karya tulis yang berjudul “Peranan Tayangan TV (Televisi) Terhadap Perkembangan Karakter Anak”.

B.     Perumusan Masalah
1.         Apa saja tayangan TV (Televisi) yang suka di tonton oleh anak anak ?
2.         Apakah tayangan TV (Televisi) berdampak terhadap karakter anak ?
3.         Bagaimana peranan tayangan TV (Televisi) terhadap perkembangan karakter anak?


C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui apa saja tayangan TV (Televisi) yang suka di tonton oleh anak anak ?
2.      Untuk mengetahui apakah tayangan TV (Televisi) berdampak terhadap karakter anak ?
3.      Untuk mengetahui bagaimana peranan tayangan TV (Televisi) terhadap perkembangan karakter anak ?

D.    Metode Penulisan
Metode yang di gunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode deskriptif atau perpustakaan, yaitu mengambil sumber dari referensi yang valid yang bersumber dari buku-buku, Al-Qur’an, Hadis, Artikel serta Internet. Kemudian penulis menelaah dan mengkaji ulang dari referensi tersebut, sehingga penulis dapat menyimpulkan seperti apa Peranan Siaran TV (Televisi) Dalam Pembentukan Karakter Anak itu.


E.     Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.    Tujuan Penulisan
D.    Metode Penulisan
E.     Sistematika penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.    Tayangan TV (Televisi)
1.      Pengertian Tayangan TV (Televisi)
2.      Manfaat dan Fungsi tayangan TV (Televisi)
B.     Konsep dasar perkembangan Perkembangan
1.      Pengertian dan Ciri-Ciri Perkembangan
2.      Prinsip-Prinsip Perkembangan
3.      Fase-Fase Perkembangan
C.     Karakter Anak
1.      Pengertian Karakter anak
2.      Pendidikan Karakter
3.      Faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter anak
D.    Tayangan TV (Televisi) yang di sukai anak
E.     Dampak tayangan TV (Televisi) terhadap pembentukan karakter anak
F.     Cara mengatasi dampak negatif dari TV terhadap perkembangan karakter
BAB III PENUTUP
A.    Saran
B.     Simpulan
DAFTAR  PUSTAKA
RIWAYAT  HIDUP


                                                            BAB II
LANDASAN TEORITIS PERANAN TAYANGAN TV (Televisi) TERHADAP PERKEMBANGAN KARAKTER ANAK

A.    Tayangan TV (Televisi)
1.      Pengertian Tayangan TV (Televisi)
Tayangan adalah sesuatu yang dipertunjukkan kepada khalayak baik berupa film, berita, hiburan dan sebagainya, melalui suatu media elektronik yang dapat menampilkan gambar dan suara (media audio-visual) dalam hal ini adalah televisi. Sedangakan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 1151), Tayangan adalah sesuatu yang ditayangkan  (dipertunjukkan); pertunjukan (film dan sebagainya).
Dan sedangkan TV (Televisi) adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna. Secara bahasa kata “Televisi” merupakan gabugan dari kata tele (τῆλε, “jauh”) dari bahasa Yunani dan Visio (penglihatan) dari bahasa Latin, sehingga TV (Televisi) dapat diartikan sebagai alat komunikasi jarak jauh yang menggunakan media visual/penglihatan. Sedangkan dalam bahasa arab, kata Television ini  menjadi “تلفزيون” yang mempunyai makna : 
                                  جهاز نقل الصور والأصوات بوساطة الأمواج الكهربية
“Alat untuk menukil suara dan gambar dengan perantaraan aliran listrik.
            Penggunaan kata "Televisi" sendiri juga dapat merujuk kepada "kotak televisi", "acara televisi", ataupun "transmisi televisi". Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia. Di Indonesia 'televisi' secara tidak formal sering disebut dengan TV (dibaca: tivi, teve ataupun tipi.)
Sedangkan pengertian TV (Televisi) menurut pendapat para ahli teknologi dan komunikasi yaitu:
·         Menurut Ilham Z, TV (Televisi) adalah alat penangkap siaran bergambar, yang berupa audio visual dan penyiaran videonya secara broadcasting. Istilah ini berasal dari bahasa yunani yaitu tele (jauh) dan vision (melihat), jadi secara harfiah berarti “melihat jauh”, karena pemirsa berada jauh dari studio tv.
·         Menurut Adi Badjuri, TV (Televisi) adalah media pandang sekaligus media pendengar (audio-visual), yang dimana orang tidak hanya memandang gambar yang ditayangkan TV (Televisi), tetapi sekaligus mendengar atau mencerna narasi dari gambar tersebut.
·         Menurut Soejakanto TV (Televisi) merupakan sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara ke dalam gelombang elektronik dan mengkonversinya kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan suaranya dapat didengar.
·         Dalam Baksin (2006:16) mendefinisikan bahwa: “TV (Televisi) merupakan hasil produk teknologi tinggi (hi-tech) yang menyampaikan isi pesan dalam bentuk audiovisual gerak. Isi pesan audiovisual gerak memiliki kekuatan yang sangat tinggi untuk mempengaruhi mental, pola pikir, dan tindak individu”.
·         Sedangkan menurut ensiklopedia Indonesia dalam Parwadi (2004: 28) lebih luas lagi dinyatakan bahwa: “TV (Televisi) adalah sistem pengambilan gambar, penyampaian, dan penyuguhan kembali gambar melalui tenaga listrik. Gambar tersebut ditangkap dengan kamera televisi, diubah menjadi sinyal listrik, dan dikirim langsung lewat kabel listrik kepada pesawat penerima”.
Dengan demikian yang di maksud siaran TV (Televisi) adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup berupa program yang teratur dan berkesinambungan.
TV (Televisi) adalah  sistem elektronis yang menyampaikan suatu isi pesan dalam bentuk audio-visual gerak dan merupakan sistem pengambilan gambar, penyampaian, dan penyuguhan kembali gambar melalui tenaga listrik. Dengan demikian, televisi sangat berperan dalam mempengaruhi mental, pola pikir khalayak umum. TV (Televisi) karena sifatnya yang audiovisual merupakan media yang dianggap paling efektif dalam menyebarkan nilai-nilai yang konsumtif dan permisif.
Stasiun TV (Televisi) merupakan lembaga penyiaran atau tempat berkerja yang melibatkan banyak orang, dan yang mempunyai kemampuan atau keahlian dalam bidang penyiaran yang berupaya menghasilkan siaran atau karya yang baik.

2.      Manfaat  dan Fungsi TV (Televisi)
Televisi mempunyai manfaat dan unsur positif yang berguna bagi pemirsanya, baik manfaat yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor. Namun tergantung pada acara yang ditayangkan televisi. Manfaat yang bersifat kognitif adalah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan atau informasi dan keterampilan. Acara-acara yang bersifat kognitif di antaranya berita, dialog, wawancara dan sebagainya. Manfaat yang kedua adalah manfaat afektif, yakni yang berkaitan dengan sikap dan emosi. Acara-acara yang biasanya memunculkan manfaat afektif ini adalah acara-acara yang mendorong pada pemirsa agar memiliki kepekaan sosial, kepedulian sesama manusia dan sebagainya. Adapun manfaat yang ketiga adalah manfaat yang bersifat psikomotor, yaitu berkaitan dengan tindakan dan perilaku yang positif. Acara ini dapat kita lihat dari film, sinetron, drama dan acara-acara yang lainnya dengan syarat semuanya itu tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada di Indonesia ataupun merusak akhlak pada anak.
Selain itu manfaat TV (Televisi) sebanarnya dapat di rasakan berdasarkan perspektif masing masing orang. Jika selama ini TV (Televisi) hanya di anggap sebagai hiburan, tentu saja penonton tersebut hanya akan mendapatkan hiburan. Jika si penonton menganggap TV (Televisi) sebagai salah satu media untuk memperoleh pengetahuan ,maka manfaat yang di rasakanpun akan menjurus padahal tersebut.
Perspektif ini tampak pada pilihan tayangan yang lebih dominan yang di sukai oleh penonton. Memang acara yang di tonton tidak dapat di patok itu itu saja. Namun ,penonton akan cendrung menyukai jenis  jenis tayangan yang sama ,sesuai dengan kesukaannya. Walaupun di luar tayangan tersebut, ia menonton jenis tayangan lain.
Disisi lain, baik sebagai hiburan, media untuk memperoleh pengetahuan, maupun lainnya, tv memberikan manfaat. Manfaat manfaat tersebut dapat di rasakan secara langsung, maupun secara tidak langsung. Manfaat terebut antara lain :
1.      Sebagai penambah wawasan terkini
Wawasan mengenai apapun ada di TV (Televisi), muai dari berita, hobby, gaya hidup, hingga dunia. Wawasan ini di rangkum dalam sebuah konsep acara tertentu. Program yang memberikan wawasa bermanfaat terlaris adalah berita. Berita mulai dari politik, ekonomi, pendidikan, seni, hingga olah raga, memberikan manfaat untuk penonton.
2.      Wahana pertemuan keluarga setelah sibuk dengan rutinitasnya di luar rumah
Berkumpul bersama keluarga tentu tak lengkap rasanya tanpa menonton TV (Televisi). Kegiatan ini dapat di jadikan sebagai wahana untuk mempererat hubungan keluarga. Bahkan, stress akibat rutinitas kerja maupun sekolah bisa berkurang.
3.      Menambah pemahaman perbedaan budaya di indo dan di dunia
                                    TV (Televisi) setiap harinya menayangkan lokasi maupun masyarakat dari seluruh penjuru dunia. Hal ini bisa di jadikan sebagai ajang untuk menambah pemahaman perbedaan budaya indonesia maupun dunia. Perbedaan budaya  tersebut mulai dari bahasa, pakaian, adat istiadat, tradisi, hingga sikap yang tidak bisa dilihat secara langsung.
4.      Memberikan solusi pada permasalahan tertentu
Program tertentu bisa menjadi solusi untuk siapa saja. Manfaat ini terutama untuk program yang memberi inspirasi untuk penonton. Perogram tersebut bisa berupa pencarian bakat, autobiografi, maupun program lainnya yang bermanfaat dalam kehidupan.
5.      TV (Televisi) sebagai jendela dunia
Orang sudah biasa mendengar buku sebagai jendela dunia. Rupanya, TV (Televisi) juga bisa menjadi jendela dunia. Dengan menonton TV (Televisi), semua orang bisa melihat seluruh tayangan dari belahan dunia manapun, sesuai dengan yang di tayangkan. Informasi dari mancanegarapun bisa di akses dengan mudah.
Sedangkan fungsi TV (Televisi) yaitu secara umum sama manfaatnya dengan media. Pendapat mengenai fungsi televisi ini pun beragam. Akan tetapi secara umun ada lima fungsi televisi yaitu: sebagai alat informasi, media edukasi, fungsi kontrol serta menjadi media penghubung antar geografis.
1.    Alat Informasi
Makanan  adalah kebutuhan manusia yang paling dicari setiap makhluk yang hidup, termasuk manusia. Setiap orang baik anak-anak, dewasa, orang tua, dan siapapun semuanya membututuhkan makanan. Demi  memenuhi kebutuhaan perutnya, semua orang rela bersusah payah sekuat tenaga hanya untuk mendapatkan sebuah makanan. Bahkan tak hanya satu kali dalam sehari mereka membutuhkan makanan, akan tetapi tiga kali dalam sehari manusia membutuhkanya.
Begitulah gambaran informasi. Kebutuhan manusia akan informasi telah menjadikannya layaknya sebuah makanan. Bahkan ketika awal mula manusia bangun dari tidurnya, secara spontan informasi pula yang muncul dalam benaknya untuk segera mengetahui jam berapa saat ia terbangun. Sederhananya, kebutuhan manusia akan informasi setidak-tidaknya informasi itu sampai kepada mereka dari mulut ke mulut.  Hal ini sudah menjadi sebuah kebiasaan manusia sebagai makhluk sosial.
Seperti layaknya makanan tadi, terkadang seseorang tak akan puas hanya sarapan dengan sepiring nasi dengan lauk tempe. Kadang mereka menginginkan adanya pelengkap seperti sayur, susu, buah-buahan, bahkan terkadang bagi mereka yang terbiasa berpola hidup glamour, tak akan sudi memakan makanan yang murah seperti di angkringan  misalnya, Bagi orang dengan tingkat sosial dan pendidikan yang tinggi, kebutuhan dalam mendapatkan informasi ini tentu berbeda dengan mereka yang hidupnmya pas-pasan. Ada orang yang puas hanya mendapatkan informasi dari perkataan seseorang saja, ada juga orang yang merasa hidupnya belum lengkap apabila belum membaca koran, update berita di internet, ataupun menonton televisi.
Kehadiran televisi menjadi sangat penting sebagai sarana hubungan interaksi antara yang satu dengan yang lain dalam berbagai hal yang menyangkut perbedaan, dan persamaan persepsi tentang suatu isu yang terjadi di belahan dunia ini. Dalam hal ini, massa kemudian menjadi objek dari sebuah liputan di televisi. Informasi berkaitan dengan massa kemudian diolah dalam proses olah data audio visual sebagai paket dari pengemasan informasi. Kemudian ditransmisikan melalui sebuah pancaran digital yang diterima masyarakat sebagai sumber informasi.
Sebagai alat informasi, dari segi keefektiffitasan televisi tergolong media yang paling banyak peminatnya dibandingkan dengan media yang lain. Ada beberapa hal yang menjadi keunikan televisi dibandingkan dengan media yang lain yaitu: televisi tidak membutuhkan kemampuan membaca seperti media cetak, tidak seperti film, televisi adalah gratis, tidak seperti radio, televisi mengombinasikan gambar dan suara, tidak membutuhkan mobilitas, seperti pergi ke bioskop misalnya, satu-satunya medium yang pernah diciptakan yang tidak memiliki batasan usia artinya orang dapat menggunakan dalam tahun-tahun awal dan akhir dari kehidupan mereka, dan juga tahun-tahun diantaranya.Inilah kelebihan televisi dibanding dengan media yang lain.
Akan tetapi di dalam kelebihan itu pula terletak kekurangan yang diakibatkan dari media televisi sebagai alat informasi ini. Misalnya, menurunkan minat baca masyarakat, terbukti dengan adanya televisi disamping harganya yang relativ murah masyarakat lebih suka menonton televisi daripada membaca Koran ataupun browsing di internet; sebagai alat informasi, televisi lebih banyak menyajikan program hiburan daripada informasi atau pendidikan; televisi terkadang mencontohkan secara langsung hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan yang terkadang berlawanan dengan kebudayaan Indonesia, akhirnya stabilitas nasional pun semakin terancam.           
2.    Media Edukasi
Perkembangan zaman didunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan, merubah pola pikir  pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Jika dahulu orang ingin mempelajari sebuah ilmu pengetahuan, seseorang akan mendatangi sang guru dan menerima apa yang disampaikan oleh gurunya secara langsung.
Berbeda dengan konteks yang ada di jaman sekarang. Kehebatan media mampu mengambil alih peran guru dalam dunia pendidikan. Hampir segala bidang terkait dengan keilmuan bisa kita dapatkan dimana-mana melalui media, terlepas masalah penanggung jawab keilmuan yang disampaikanya. Sehingga banyak upaya yang diusahakan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah pengembangan media pendidikan. Jadi, yang dimaksud dengan media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan.
Julius Lende (2012) dalam artikelnya yang mengutip dari Hamalik (1989) mengatakan ciri-ciri umum dari media pendidikan adalah sebagai berikut:
a)    Media pendidikan identik artinya dengan pengertian keperagaan yang berasal dari kata “raga”, artinya suatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan yang dapat diamati melalui panca indera kita,
b)   Tekanan utama terletak pada benda atau hal-hal yang bisa dilihat dan didengar,
c)    Media pendidikan digunakan dalam rangka hubungan komunikasi dalam pengajaran,
d)   Media pendidikan adalah alat bantu mengajar, baik di luar kelas
e)    Berdasarkan (c) dan (d), maka pada dasarnya media pendidikan merupakan suatu “perantara” (medium, media) dan digunakan dalam rangka pendidikan,
f)    Media pendidikan mengandung aspek; sebagai alat dan sebagai teknik, yang sangat erat pertaliannya dengan metode mengajar.
Dari uraian tentang ciri-ciri media pendidikan seperti yang telah disebutkan di atas, maka Televisi merupakan media pendidikan yang sangat modern dan sangat cocok dalam usaha peningkatan mutu pendidikan. Meurut Julius Lende (2012) dengan artikelnya yang mengutip dari Hamalik (1989), nilai atau manfaat media pendidikan adalah sebagai berikut:
a.    Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berpikir, oleh karena itu mengurangi “verbalisme”,
b.    Memperbesar perhatian para siswa,
c.    Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap,
d.   Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa
e.    Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinou, hal ini terutama dapat dalam gambar hidup
f.     Membantu tumbuhnya pengertian, dengan demikian membantu perkembangan kemampuan berbahasa,
g.    Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak dalam belajar.
Dengan demikian tolak ukur sudut pandang media pendidikan terhadap tayangan di televisi dipandang sebagai salah satu media pendidikan, dengan catatan apabila tayangan tersebut dapat memberikan informasi yang berkualitas dan memiliki nilai pendidikan moral dan ilmu pengetahuan.
3.     Kontrol Sosial
Dalam konteks televisi sebgai kontol sosial, setidaknya televisi mempunyai sebuah fungsi sebagai gambaran kehidupan sosial dalam suatu negara. Dalam hal ini maka televisi berperan sebagai miniatur sebuah negara. Melalui televisi itulah seseorang dapat mengetahui bagaimana sebuah sistem kehidupan sosial itu diciptakan. Untuk lebih konkritnya, sebuah kenyataan ini bisa kita lihat misalnya ketika kita membandingkan sebuah produk film asli Indonesia dengan produk film yang diproduksi oleh negara lain, dari situ kita bisa melihat perbedaan yang sangat menonjol.
Faktor kemajuan sebuah negara akan sangat terlihat dalam sebuah produksi perfileman. Contohnya saja kita bisa membandingkan film yang hingga sekarang masih mendominasi kancah layar kaca Indonesia adalah film yang berbau mistis, percintaan, hingga pertikaian perebutan warisan. Hal ini akan sangat berbeda jika kita bandingkan dengan produksi yang ada di negara yang lebih maju.
 India misalnya, sekitar lima hingga sepuluh tahun yang lalu, hampir setiap film yang disajikan di India ini mengangkat film yang bertemakan percintaan yang identik dengan tarian-tarian khas masalnya. Tetapi di era saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat yang dialami oleh negara India, sekarang telah diproduksi film yang lebih mengangkat kepada tema tekhnologi seperti film Ra One misalnya. Itulah realita yang ada dalam layar kaca sebagai sebuah gambaran tentang kondisi soasial sebuah negara.
Selain kita melihat dengan konteks di atas, peran media dalam kaitan fungsinya sebagai kontrol sosial juga bisa kita lihat dengan aspek yang lain. Sebagai media yang memungkinkan mudahnya teraksesnya informasi, maka sangat memungkinkan adanya pertukaran informasi antar masyarakat, etnis, ataupun segala macam kebudayaan.  Sehingga secara social masyarakat dapat saling memperhatikan satu sama lain demi terciptanya stabilitas social dalam sebuah Negara. Bahkan seiring dengan teknologi pemancar televisi yang semakin canggih hingga akses televisi seperti sekarang ini tak hanya kita nikmati dalam skala nasional saja akan tetapi internasional.
Denga demikian, pertukaran informasi dalam lingkup internasional ini akan membawa dampak yang penting bagi kelangsungan hubungan diplomasi antar negara. Sebagai fungsi ini, peran televise tak dapat terelakkan. Misalnya adalah, ketika terjadi sebuah bencana, maka secara spontan semua masyarakat akan tahu, bahkan hal itu akan sangat memungkinkan untuk mendapatkan simpati dari Negara lain. Tentunya melalui televise. Maka secara tanggap pula bantuan logistic untuk daerah yang tertimpa musibah akan segera berdatangan dari negara-negara tetangga misalnya.
Selain itu, apabila kia menelaah lebih dalam, di dalam konteks ini kita mengetahui bahwa fungsi kontrol sosial ini pun apabila kita sesuaikan dengan falsafah ideologi bangsa Indonesia yang tertera pada Pancasila, maka fungsi ini sangat sesuai dengan sila ke-5 dari pancasila yang berbunyi, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Bagi pemerintah, hal ini juga tak kalah pentingnya. Sebagai pihak yang mengurusi kepentingan rakyat, maka sebagai pemerintah yang baik tak akan ketinggalan informasi yang ada di negaranya.
Kemudian secara tanggap tugas-tugas yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dapat terkonsep dn terlaksana dengan baik. Sebagai fungsi kontrol sosial ini pula maka akan tercipta sebuah transparasi pemerintahan yang secara terbuka sejak era reformasi ini seluruh lapisan masyarakat bisa mengetahui jalanya pemerintahan sehingga melalui media pula kasus korupsi yang terjadi di Indonesia ini satu per satu semakin terungkap.
4.     Fungsi hiburan
Sekarang ini, Indonesia sedang dalam era pancaroba, dimana ketika memasuki gerbang zaman globalisasi yaitu masa dimana segala bidang kehidupan berada diambang tinggal landas seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Hal ini tidak mengecualikan kemajuan yang begitu pesat dalam berbagai bidang termasuk salah satunya industri hiburan, apalagi hal ini salah satunya dipicu oleh ambisi mengejar rating di hati masyarakat.
Tidak seperti zaman nenek moyang dahulu, masyarakat kita sekarang ini disuguhi berbagai macam media hiburan dari panggung hiburan hingga media yang lebih bersifat personal seperti televisi. Jika jaman dahulu sebelum tiba masa trend televisi masyarakat lebih mencari kegiatan hiburan secara langsung dengan pertunjukan misalnya seperti ketoprak, wayang dan lain sebagainya, namun lain halnya dengan sekarang dimana masyarakat lebih dimanjakan dengan media hiburan yang ada di televisi.
Hadirnya televisi di tengah hiruk pikuk kehidupan ini dapat membangkitkan gairah masyarakat mulai dari perkotaan hingga pelosok-pelosok desa. Apalagi sekarang stasiun-stasiun televisi swasta banyak bermunculan mewarnai layar kaca dengan suguhan-suguhan yang lebih memanjakan pemirsa terutama dengan sajian hiburanya. Bahkan setiap pengelolanya berebut “prime time “(waktu tayang terbaik) demi mendapat tempat spesial di hati pemirsanya. Memang hadirnya televisi pada sebuah rumah tangga bukan menjadi kebutuhan mewah lagi. Hal ini terbukti bahwa yang dulunya televisi hanya bisa dinikmati kaum elite saja, namun sekarang rakyat jelata pun juga memiliki televisi.
Jadi televisi merupakan media entertainment yang sudah merakyat dan digandrungi berbagai kalangan. Fugsi media yang satu ini, hampir semua masyarakat tahu bahwa televise berfungsi sebagai hiburan. Kenyataan ini memang benar.bisa kita amati hamper di semua stasiun televise tak ada yang meninggalkan sebuah program yang sifatnya hiburan. Bahkan sebuah acara berita sebagai fungsi informasi saja sekarang telah banyak media yang membuat konsep acara berita seperti komedi. Ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia lebih menikmati keberadaan media sebagai media hiburan dibandingkan dengan fungsi yang lain.
5.    Media penghubung secara geografis
Dahulu, jika seseorang ingin pergi ke sebuah tempat yang ia inginkan, maka ia harus menempuh suatu perjalanan dengan kaki maupun dengan perjalanan kuda yang tak sedikit memakan waktu berhari-hari bahkan mungkin hingga berbulan-bulan. Kenyataan yang telah berubah sedemikian cepatnya seperti yang terjadi saat ini, untuk menempuh sebuah perjalanan dengan lingkup yang luas sekalipun, bahkan ke seluruh penjuru dunia yang ia inginkan, hanya dengan hitungan beberapa jam saja ia sudah sampai ke tempat tujuan tersebut dengan fisik tubuh yang menyertainya.
Apalagi sebuah komponen data yang sangat lembut yang secara fisik tidak bisa kita lihat, seperti halnya sebuah sinyal yang membawa informasi, dalam hitungan menit bahkan detik, informasi yang kita kirimkan sudah bisa diketahui oleh pihak yang kita tuju. Inilah kecanggihan teknologi yang semakin hari semakin pesat sehingga waktu yang lama terasa semakin cepat, sebuah wilayah yang luas semakin terasa sempit. Segala pekerjaan manusia semakin mudah untuk dilakukan. Semakin mudah untuk diselesaikan dengan teknologi.
Marshall Mc Luhan dengan teorinya yang desebut sebagai teori ekologi media membuat sebuah asumsi bahwa, media melingkupi setiap tindakan di dalam       masyarakat, media memperbaiki persepsi kita dan mengorganisasikan pengalaman kita, media menyatukan seluruh dunia, kemudian dikenal dengan istilah “desa global” yaitu sebuah Pemikiran bahwa manusia tidak lagi dapat hidup dalam isolasi melainkan akan selalu terhubung oleh media elektronik yang bersifat instan dan berkesinambungan. Disinilah kemudian secara geografis sebuah dunia yang luas akhirnya dengan perantaraan televise sebagai media penghubung menjadikan dunia layaknya hanya sebuah lingkup kecil desa yang semua orang dapat mengakses informasi ke seluruh penjuru dunia dengan televisi.

B.     Konsep Dasar Perkembangan
1.      Pengertian Perkembangan dan Ciri-Ciri Perkembangan           
Perkembangan dapat di artikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri indiviu dari mulai lahir sampai mati” (The progressive and continous change in the organism from birth to death). Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang dialami individuatau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau ke matangannya (maturation) yang belangung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah)nmaupun psikis (rohaniah)”.Yang dimaksud dengan sistematis, progresif, dan berkesinambungan itu adalah sebagai berikut :
a)      Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian organisme ( fisik dan psikis) dan merupakan satu kesatuan yang harmnis. Contoh prinsip ini, seperti kemampuan berjalan anak seiring dengan matang nya otot-otot kaki, dan keinginan remaja untuk memperhatikan jenis kelamin lain seiring dengan matangnya organ-organ seksualnya.
b)       Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat, dan mendalam (meluas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis). Contohnya, seperti terjadinya perubahan proporsi dan ukuran fisik anak (dari pedek menjadi tinggi dan dari kecil menjadi besar ; dan perubahan pengetahuan dan kemampuan anak dari yang sederhana sampai kepada yang kompleks (mulai dari mengenal abjad atau huruf hijaiyah sampai kemampuan membaca buku,majalh, korandan Al-Qur’n).
c)       Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlanngsung secara beraturan atau berurutn, tidak terjadi secara kebetulan atau loncat-loncat. Contohnya, untuk dapat berdiri seorang anak harus mnguasai tahapan perkembangan sebelumnya, yaitu kemampuan duduk dan merangkak.
Perkembagan itu secara  umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1)   Terjadinya perubahan dalam (a) aspek fisik: perubahan tinggi dan berat badan serta organ tubuh lainnya, (b) aspek psikis: semakin bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berpikir, mengingat, serta menggunakan imajinasi kreatifnya.
2)   Terjadinya perubahan dalam proporsi; (a) aspek fisik: proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya dan pada usia remaja proporsi tubuh usia remaja proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh remaja, (b) aspek psikis: perubahan imajinasi dari yang fantasi ke realitas; dan perubahan perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan-lahan beralih kepada orang lain (kelompok teman sebaya).
3)   Lenyapnya tanda-tanda yang lama; (a) tanda-tanda fisik; lenyapnya kelenjar Thymus (kelenjar kanak-kanak) yang terletak pada bagian dada, kelenjar pineal pada bagian bawah otak, rambut-rambut halus dan gigi susu (b) tanda-tanda psikis: lenyapnya masa mengceh (meraban), bentuk gerak gerik kanak-kanak (seperti merangkak) dan  perilaku impulsif (dorongan untuk bertindak sebelum berpikir).
4)   Diperolehnya tanda-tanda yang aru; (a) tanda-tanda fisik: pergantian gigi dan karakteristik seks pada usia remaja baik primer (menstruasi pada anak wanita, dan mimpi “basah” pada anak pria), maupeun skunder (perubahan pada anggota tubuh: pinggul dan buah dada pada wanita; kumis, jakun, suara pada anak pria), (b) tanda-tanda psikis: seperti berkembangnya rasa ingin tahu terutama yang berhubungan dengan seks, ilmu pengetahuan, nilai-nilai moral, dan keyakinan beragama.
2.      Prinsip-Prinsip Perkembangan
a)      Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti (Never Ending Process)
Manusia secara terus menerus berkembang atau berubah yang di pengaruhi oleh pengalaman atau belajar sepajang hidupnya. Perkembang berlangsung secara terus-menerus sejak masa konsepsi sampai mencapai kematangan atau masa tua.
b)      Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi
Setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi, inteligensi maupun sosial satu sama lainnya saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang positif di antara aspek tersebut. Apabila seaorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasanya kuran berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
c)      Perkembanga itu mengikuti pola atau arah tertentu
Perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola arah tertentu. Setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan prasyaratan bagi perkembangan selanjutnya. Contohnya, untuk dapat berjalan,seorang anak harus bisa berdiri terlebih dahulu dan berjalan merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya, yaitu berlari atau meloncat.
Sementara itu, Yelon dan Weinsten (1997) mengemukakan tentang arah atau pola perkembangan itu sebagai berikut.
1)   Cephalocaudal & proximal-distal. Maksudnya, perkembangan manusia itu di mulai dari kepala ke kaki (Cephalocaudal), dan dari tengah: paru-paru, jantung dan sebagainya, kepinggir: tangan (proximal-distal).
2)   Struktur mendahului fungsi. Ini berarti bahwa anggota tubuh individu itu akan dapat berfugsi setelah matang strukturnya. Seprti mata, akan dapat melihat setelah otot-ototnya matang, atau kaki dapat di fungsikan untuk berjalan apabila otot-otonya sudah matang.
3)   Perkembangan itu berdiferensi. Maksudnya, perkembangan itu berlangsung dari umum ke khusus (spesifik). Dalam semua aspek perkembangan, baik motorik (fisik) maupun mental (psikis), respon anak pada mulanya bersifat umum.
4)   Perkembangan itu berlangsung dari konkret ke abstrak. Maksudnya, perkembangan itu berproses dari suatu kemampuan berpikir yang kongkret (objeknya nampak) menuju ke abstrak (objeknya tidak nampak). Seperti anak kecil dapat berhitung dengan bantuan jari tangan, sedangkan remaja sudah tidak lagi memerlukan bantuan tersebut.
5)   Perkembangan itu berlangsung dari egosentrisme keperspektisme. Ini berarti pada mulanya seorang anak hanya melihat atau memperhatikan dirinya sebagai pusat, dia melihat bahwa lingkungan itu harus memenuhi kebutuhan dirinya. Melalui pengalamanya dalam bergaul dengan teman sebayanya atau orang lain, lambat laun sikap egosentris itu berubah menjadi perspektivis (anak sudah memiliki sikap simpati atau memperhatikan kepentingan orang lain).
6)   Perkembangan itu berlangsung dari “outter control to inner control”. Maksudnya, pada awalnya anak bergantung pada orang lain (terutama ortunya), baik menyangkut pemenuhan kebutuhan fisik maupun psikis (perlindungan, kasih sayang, atau norma-norma) sehingga dia dalam menjalani hidupnya masih di dominasi oleh  atau pengawasan dari luar (out control). Seiring berambahnya pengalaman atau belajar dari pergaulan sosial tentang norma atau nilai-nilai, baik dilingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya atau masya rakat, anak dapat mengembangkan kemampuan untuk mengontrol dirinya (inner control).
a)         Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan
Perkembangan fisik dan mental mencapai kemtanganya terjadi pada waktu dan tempo yang berbeda (ada yang cepat dan ada  lambat). Umpamanya (a) otak mencapai bentuk ukuranya yang sempurna pada umur 6-8 tahun; (b) tangan, kaki, dan hidung mencapai perkembangan yang maksimum pada masa remaja; dan (c) imajinasi kreatif berkembang dengan cepat pada masa kanak-kanak dan mencapai puncaknya pada masa remaja.
b)        Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas
Prinsip ini dapat di jelaskan dalam contoh sebagai berikut: (a) sampai usia 2 tahun, anak memusatkan untuk mengenal lingkungannya, menguasai gerak gerik fisik dan belajar berbicara; (b) pada usia 3-6 tahun, perkembangan dipusatkan untuk menjadi manusia sosial (bergaul dengan orang lain)
c)         Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan/fase perkembangan
Prinsip ini bahwa dalam menjalani hidupnya yang normal dan berusia panjang individu akan mengalami fase-fase perkembagan: bayi, kanak-kanak, anak, remaja, dewasa, dan masa tua.
3.      Fase-Fase Perkembangan
Fase-fase perkembangan menurut Buhler dalam bukunya “The First Tear of Life “, Charlotte Buhler (1930) membagi fase perkembanga sebangai berikut:
a.       Fase pertama (0-1 tahun)
Fase ini adalah masa menghayati berbagai objek dari luar diri sendiri serta saat melatih fungsi-fungsi, khususnya fungsi motorik, yakni fungsi yang berhubungan dengan gerakan-gareakan anggota badan.
b.      Fase kedua (2-4 tahun)
Fase inimerupakan masa  pengenalan dunia objektif di luar diri sendiri, disertai dengan penghayatan yang bersifat subjektif
c.       Fase ketiga (5-8 tahun)
Fase ini bisa dikatakan sebagai masa sosialisasi anak. Pada masa ini, anak mulai memasuki masyarakat luas (misalnya, taman kanak-kanak, pergaulan dengan kawan-kawan sepermainan, dan sekolah dasar). Anak mulai balajar mengenal dunia sekitar secara objektif. Ia mulai belajar mengenal arti prestasi, pekerjaan, dan tugas-tugas kewajiban. Jadi, yang penting di perhatikan pada fase ini adalah berlangsungnya proses sosialisasi.
d.      Fase keempat (9-11 tahun)
Fase ini adalah masa sekolah dasar. Pada priode, ini anak mencapai objektivitas tertinggi. Bisa pula disebut sebagai masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar; masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Pada fase akhir keempat ini, anak mulai “menemukan diri sendiri”, yaitu secara tidak sadar mulai berfikir tentang diri pribadi. Pada waktu ini, anak kerap mengasingkan diri.
e.       Fase keempat (9-11 tahun)
Fase ini merupakan masa tercapainya synthese di antara sikap ke dalam batin sendiri dengan sikap ke luar, pada dunia objektif.
  Sedangkan fase perkembangan menurut Erik Erikson (1963) membagi fase perkembangan, sebagai berikut:
a.       Masa bayi (0 - 1½)
Masa ini merupakan masa ketika berbagai kebutuhan fisik harus di penuhi; kebutuhan untuk menghisap harus dipuaskan. Anak biasanya senang berada dalam gendongan atau dakapan dan belaian.
b.      Masa toddler (1½ - 3 tahun)
Si anak mulai memisahkan diri dan bergerak secara bebas. Dalm kaitan ini, orang tua harus memberikan banyak kebebasan pada si anak, namun sekaligus mulai meletakan batasan-batasan ketika si anak tidak bisa berbuat sesukanya sendiri.
c.       Awal masa kanak-kanak (4-7 tahun)
Pada tahapan ini, pusat perhatian anak berubah dari benda kepada orang. Si anak beralih dari bermain sendiri menuju bermain bersama. Sosialisasi merupakan tema pokok. Si anak belajar menyesesuaikan diri dengan teman sepermainannya. Tugas-tugas yang telah di mulai pada masa toddler, dikembangkan lebih lanjut. Si anak di harapkan untuk makan dan berpakaian sendiri tanpa bantuan orang lain.
d.      Akhir masa kanak-kanak (8-11 tahun)
Masa ini adalah masa untuk berkelompok dan berorganisasi. Penerimaan oleh teman-teman seusai adalah penting. Inilah waktu yang baik untuk memperkenalkan pekerjaan rumah tangga serta mengajarkan penggunaan uang dengan tepat. Tak seoarang pun menginginkan bekerja terlalu berat dan lama; demikian juga anak-anak. Tema pada masa ini adalah kerajinan. Energi si anak dapat di arahkan pada tugas-tugas sosial yang terorganisasi.
e.       Awal masa remaja (12-15 tahun)
Masa-masa seperti ini memperlihatkan bahwa semua hal yang dianggap baik telah berakhir. Jika dia anak yang pertama, orang tua kemungkinan berfikir bahwa mereka telah gagal. Tema awal masa remaja adalah perubahan.
f.       Masa remaja yang sejati (16-18 tahun)
Pada tahapan ini, kemenduaan dalam masa transisi akan berkurang. Si remaja yang mersa cukup aman dalam identitasnya, harus menghadapi pilihan-pilihan yang akan membentuk sisa hidupnya. Pemilihan tujuan hidup merupakan tema pokok.
g.      Awal masa dewasa (19-25 tahun)
Pada masa ini, si anak mulai berdikari. Si anak mungkin kuliah di tempat lain, menikah, hidup sendirian dalam suatu apartemen, atau bekerja di tempat lain. Sebagaimana tahap pertama perkembangan, tahun-tahun pertama dalam perkawinan dan pekerjaan, sangat penting. Tema awal masa dewasa adalah kemandirian.
h.      Kedewasaan dan masa tua (25 tahun keatas)
Masa dewasa merupakan fase generativitas (menciptakan) yang selalu dihadapkan pada adanya stagnasi. Masa ini ditandai dengan adanya perhatian yang tercurah pada anak-anak, keahlian produktif, keluarga, dan pekerjaan. Sifat mengasuh pada wanita tampak sangat dominan. Pada masa tua ini adalah kebijaksanaan dan pelepasan.

C.    Karakter Anak
1.      Pengertian Karakter Anak
 Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein yang berarti mengukir. Membentuk karakter diibaratkan seperti mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Dari sini kemudian berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku. Doni Koesoema A (2007:80) memahami bahwa karakter adalah sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik yang bersifat khas dari seseorang yang bersumber dari hasil bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
Menurut istilah karakter adalah sifat manusia pada umumnya di mana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri.
Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, pengertian karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.
Menurut (Ditjen Mandikdasmen – Kementerian Pendidikan Nasional), Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,  bangsa  dan  negara.  Individu  yang  berkarakter  baik  adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Menurut Alwisol menjelaskan pengertian karakter adalah  sebagai penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu.
Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu atau anak. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
2.      Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah proses internalisasi nilai budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga orang dan masyarakat menjadi beradap. Pendidikan bukan hanya merupakan sarana menstransfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi dan sosialisasi).
Penngertian pendidikan karakter secara umum adalah suatu konsep dasar yang diterapkan ke dalam pemikiran seseorang untuk menjadikan akhlak jasmani rohani maupun budi pekerti agar lebih berarti dari sebelumnya sehingga dapat mengurangi krisis moral yang menerpa negeri ini.
Menurut para ahli pengertian pendidikan karakter haruslah diterapakan ke dalam pikiran seseorang sejak usia dini, remaja bahkan dewasa, sehingga dapat membentuk karakter seseorang menjadi lebih bernilai dan bermoral.
Dalam Islam, tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam. Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakter dalam Islam memiliki keunikan dan perbedaan dengan pendidikan karakter di dunia barat. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap otonomi moral sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagai motivasi perilaku bermoral.
Inti dari perbedaaan-perbedaan ini adalah keberadaan wahyu ilahi sebagai sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam islam. Akibatnya, pendidika karakter dalam Islam lebih sering dilakukan dengan cara doktriner dan dogmatis, tidak secara demokratis dan logis.
Implementasi pendidikan karakter dalam Islam, tersimpul dalam karakte     r pribadi Rasulullah SAW. Dalam pribadi Rasul, tersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Dalam surat Al-ahzab ayat 21 mengatakan:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$#
 tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  
Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Karakter atau Akhlak tidak diragukan lagi memiliki peran besar dalam kehidupan manusia. Menghadapi fenomena krisis moral, tuduhan seringkali diarahkan kepada dunia pendidikan sebagai penyebabnya. Hal ini dikarenakan pendidikan berada pada barisan terdepan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan secara moral memang harus berbuat demikian.
Pembinaan karakter dimualai dari individu, karena pada hakikatnya karakter itu memang individual, meskipun ia dapat berlaku dalam konteks yang tidak individual. Karenanya pembinaan karakter dimulai dari gerakan individual, yang kemudian diproyeksikan menyebar ke individu-idividu lainnya, lalu setelah jumlah individu yang tercerahkan secara karakter atau akhlak menjadi banyak, maka dengan sendirinya akan mewarnai masyarakat. Pembinaan karakter selanjutnya dilakukan dalam lingkungan keluarga dan harus dilakukan sedini mungkin sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui pembinaan karakter pada setiap individu dan keluarga akan tercipta peradaban masyarakat yang tentram dan sejahtera.
Dalam Islam, karakter atau akhlak mempunyai kedudukan penting dan dianggap mempunyai fungsi yang vital dalam memandu kehidupan masyarakat. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Al-qur’an surat An-nahl ayat 90 sebagai berikut: 
* ¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGƒÎ)ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$#
 Ìx6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏètƒ öNà6¯=yès9 šcr㍩.xs? ÇÒÉÈ  
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Pendidikan karakter dalam Islam diperuntukkan bagi manusia yang merindukan kebahagiaan dalam arti yang hakiki, bukan kebahagiaan semu. Karakter Islam adalah karakter yang benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya.
Islam merupakan agama yang sempurna, sehingga tiap ajaran yang ada dalam Islam memiliki dasar pemikiran, begitu pula dengan pendidikan karakter. Adapun yang menjadi dasar pendidikan karakter atau akhlak adalah Al-qur’an dan Al-hadits, dengan kata lain dasar-dasar yang lain senantiasa di kembalikan kepada Al-qur’an dan Al-hadits. Di antara ayat Al-qur’an yang menjadi dasar pendidikan karakter adalah surat Luqman ayat 17-18 sebagai berikut :
¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ
ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ   Ÿwur öÏiè|Áè? š£s{ Ĩ$¨Z=Ï9 Ÿwur Ä·ôJs? Îû ÇÚöF{$# $·mttB (
¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøƒèC 9qãsù ÇÊÑÈ  
Artinya: “Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”.
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa ajaran Islam serta pendidikan karakter mulia yang harus diteladani agar manusia yang hidup sesuai denga tuntunan syari’at, yang bertujuan untuk kemaslahatan serta kebahagiaan umat manusia. sesungguhnya Rasulullah adalah contoh serta teladan bagi umat manusia yang mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai karakter yang mulia kepada umatnya. Sebaik-baik manusia adalah yang baik karakter atau akhlaknya dan manusia yang sempurna adalah yang memiliki akhlak al-karimah, karena ia merupakan cerminan iman yang sempurna. Dalam sebuah hadits dinyatakan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ َاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ
عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah mereka apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud no. 495).
Dari hadits di atas, dapat di pahami bahwa, Memerintahkan anak lelaki dan wanita untuk mengerjakan shalat, yang mana perintah ini dimulai dari mereka berusia 7 tahun. Jika mereka tidak menaatinya maka Islam belum mengizinkan untuk memukul mereka, akan tetapi cukup dengan teguran yang bersifat menekan tapi bukan ancaman.
Akan tetapi jika sampai usia 10 tahun mereka belum juga mau mengerjakan shalat, maka Islam memerintahkan untuk memukul anak tersebut dengan pukulan yang mendidik dan bukan pukulan yang mencederai. Karenanya, sebelum pukulan tersebut dilakukan, harus didahului oleh peringatan atau ancaman atau janji yang tentunya akan dipenuhi. Yang jelas pukulan merupakan jalan terakhir.
Di sini dapat dipahami bahwa, menurut teori psikologi, pada rentangan usia 0-8 tahun merupakan usia emas atau yang sering kita dengar dengan istilah golden age, yang mana pada usia ini individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya, dan usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik dalam diri individu.
Pada usia golden age, di sadari atau tidak, perilaku imitatif pada anak sangat kuat sekali. Oleh karena itu, selaku orang tua seharusnya memberikan teladan yang baik dan terbaik bagi anaknya, karena jika orang tua salah mendidik pada usia tersebut, maka akan berakibat fatal kelak setelah ia dewasa, ia akan menjadi sosok yang tidak mempunyai karakter akibat dari pola asuh yang salah.
Ada beberapa dimensi manusia yang secara psikologis dan sosiologis perlu dibahas dalam kaitannya dengan terbentuknya karakter pada diri manusia. adapun unsur-unsur tersebut adalah sikap, emosi, kemauan, kepercayaan dan kebiasaan Sikap seseorang akan dilihat orang lain dan sikap itu akan membuat orang lain menilai bagaimanakah karakter orang tersebut, demikian juga halnya emosi, kemauan, kepercayaan dan kebiasaan, dan juga konsep diri (Self Conception).
1)   Sikap
Sikap seseorang biasanya adalah merupakan bagian karakternya, bahkan dianggap sebagai cerminan karakter seseorang tersebut. Tentu saja tidak sepenuhnya benar, tetapi dalam hal tertentu sikap seseorang terhadap sesuatu yang ada dihadapannya menunjukkan bagaimana karakternya.
2)    Emosi
Emosi adalah gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia, yang disertai dengan efeknya pada kesadaran, perilaku, dan juga merupakan proses fisiologis.
3)  Kepercayaan
Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu “benar” atau “salah” atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, dan intuisi sangatlah penting untuk membangun watak dan karakter manusia. jadi, kepercayaan itu memperkukuh eksistensi diri dan memperkukuh hubungan denga orang lain.
4)   Kebiasaan dan Kemauan
Kebiasaan adalah komponen konatif dari faktor sosiopsikologis. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, dan tidak direncanakan. Sementara itu, kemauan merupakan kondisi yang sangat mencerminkan karakter seseorang.
Ada orang yang kemauannya keras, yang kadang ingin mengalahkan kebiasaan, tetapi juga ada orang yang kemauannya lemah. Kemauan erat berkaitan dengan tindakan, bahakan ada yag mendefinisikan kemauan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan.
5) konsep diri (Self Conception)
Hal penting lainnya yang berkaitan dengan (pembangunan) karakter adalah konsep diri. Proses konsepsi diri merupakan proses totalitas, baik sadar maupun tidak sadar, tentang bagaimana karakter dan diri kita dibentuk. Dalam proses konsepsi diri, biasanya kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu.
Citra diri dari orang lain terhadap kita juga akan memotivasi kita untuk bangkit membangun karakter yang lebih bagus sesuai dengan citra. Karena pada dasarnya citra positif terhadap diri kita, baik dari kita maupun dari orang lain itu sangatlah berguna.
3.    Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter Anak
Menurut Megawangi (2003), kualitas karakter meliputi sembilan pilar, yaitu (1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) Tanggung jawab, Disiplin dan Mandiri; (3) Jujur/amanah dan Arif; (4) Hormat dan Santun; (5) Dermawan, Suka menolong, dan Gotong-royong; (6) Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras; (7) Kepemimpinan dan adil; (8) Baik dan rendah hati; (9) Toleran, cinta damai dan kesatuan.
Jadi, menurut Ratna Megawangi, orang yang memiliki karakter baik adalah orang yang memiliki kesembilan pilar karakter tersebut. Dan karakter tersebut diajarkan secara eksplisit dan implisit oleh guru, dan tiap pilar di ajarkan dengan menerangkan: knowing the good (menjelaskan kebikan), reasoning (alasan dilakukanya), acting (dipratekikkan agar terlatih), dan feeling (merasakan kebaikan).
Sembilan pilar ini harus diterapkan dengan sistem refleksi. Misalnya, mguru menanyakan kepada anak muridnya, ‘Gimana, ya, kalo kita berbohong kepada ibu?’ dari pertanyaan itu anak akan berpikir dengan mengaitkannya dengan pilar kejujuran yang sudah di ajari.
Karakter, seperti juga kualitas diri lainnya yang tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Menurut para developmental psychologist, setiap manusia memiliki potensi bawaan yang akan termanisfestasi setelah dia dilahirkan, termasuk potensi yang terkait dengan karakter atau nilai-nilai kebajikan.
 Dalam hal ini, Confusius seorang filsuf terkenal Cina menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi (Megawangi, 2003). Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan baik di keluarga, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak.
Karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah nature) dan lingkungan (sosialisasi atau pendikan nurture). Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus-menerus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini.
Pada dasarnya, tugas dasar perkembangan seorang anak adalah mengembangkan pemahaman yang benar tentang bagaimana dunia ini bekerja. Dengan kata lain, tugas utama seorang anak dalam perkembangannya adalah mempelajari ”aturan main” segala aspek yang ada di dunia ini.
Sebagai contoh, anak harus belajar memahami bahwa setiap benda memiliki hukum tertentu (hukum-hukum fisika), seperti : benda akan jatuh ke bawah, bukan ke atas atau ke samping (hukum gravitasi bumi); benda tidak hilang melainkan pindah tempat (hukum ketetapan obyek), dll. Selain itu, anak juga harus belajar memahami aturan main dalam hubungan kemasyarakatan, sehingga ada hukum dan sanksi yang mengatur perilaku anggota masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Garbarino & Brofenbrenner (dalam Vasta, 1992), jika suatu bangsa ingin bertahan hidup, maka bangsa tersebut harus memiliki aturan-aturan yang menetapkan apa yang salah dan apa yang benar, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang adil dan apa yang tidak adil, apa yang patut dan tidak patut. Oleh karena itu, perlu ada etika dalam bicara, aturan dalam berlalu lintas, dan aturan-aturan sosial lainnya. Jika tidak, hidup ini akan ”semrawut” karena setiap orang boleh berlaku sesuai keinginannya masing-masing tanpa harus mempedulikan orang lain. Akhirnya antar sesama menjadi saling menjegal, saling menyakiti, bahkan saling membunuh, sehingga hancurlah bangsa itu.
Memahami ”aturan main”dalam kehidupan dunia dan menginternali-sasikan dalam dirinya sehingga mampu mengaplikasikan ”aturan main” tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan sebaik-baiknya merupakan tugas setiap anak dalam perkembangannya. Kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, antri, tidak menyeberang jalan dan parkir sembarangan, tidak merugikan atau menyakiti orang lain, mandiri (tidak memerlukan supervisi) serta perilaku-perilaku lain yang menunjukkan adanya pemahaman yang baik terhadap aturan sosial merupakan hasil dari perkembangan kualitas moral dan mental seseorang yang disebut karakter.
Tentu saja kebiasaan baik atau buruk pada diri seseorang yang mengindikasikan kualitas karakter ini tidak terjadi dengan sendirinya. Telah disebutkan bahwa selain faktor nature, faktor nurture juga berpengaruh. Dengan kata lain, proses sosialisasi atau pendidikan yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, lingkungan yang lebih luas memegang peranan penting, bahkan mungkin lebih penting, dalam pembentukan karakter seseorang.
Menurut Megawangi (2003), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkembang segara optimal. Mengingat lingkungan anak bukan saja lingkungan keluarga yang sifatnya mikro, maka semua pihak keluarga, sekolah, media massa, komunitas bisnis, dan sebagainya turut andil dalam perkembangan karakter anak.
Dengan kata lain, mengembangkan generasi penerus bangsa yang berkarakter baik adalah tanggung jawab semua pihak. Tentu saja hal ini tidak mudah, oleh karena itu diperlukan kesadaran dari semua pihak bahwa pendidikan karakter merupakan ”PR” yang sangat penting untuk dilakukan segera. Terlebih melihat kondisi karakter bangsa saat ini yang memprihatinkan serta kenyataan bahwa manusia tidak secara alamiah (spontan) tumbuh menjadi manusia yang berkarakter baik, sebab menurut Aristoteles (dalam Megawangi, 2003), hal itu merupakan hasil dari usaha seumur hidup individu dan masyarakat.
Ada 4 faktor yang bisa mempengaruhi terbentuknya karakter anak
·         Pertama karakter anak menirukan orang  yang paling sering berinteraksi dengannya.
·         Kedua karakter anak menirukan orang  yang paling ia percaya.
·         Ketiga karakter anak menirukan  orang  yang mengajarkan sesuatu padanya  untuk pertama kali.
·         Keempat karakter anak menirukan  orang  yang mengajarkan sesuatu dengan  menyenangkan (menurut anak).
Selain faktor di atas, secara umum faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter anak seperti:
1.      Faktor keluarga
Karakter masing-masing anak memiliki kekhasan walaupun dilahirkan oleh bapak dan ibu yang sama. Kekhasan karakter masing-masing anak ini dikarenakan dalam perkembangannya anak dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik danlingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat William Stern (tokoh aliran Konvergensi ahli pendidikan dari Jerman) bahwa pada dasarnya perkembangan anak dipengaruhi oleh dua faktor yang saling mempengaruhi yaitu pembawaan dan lingkungan (Dirto,1995).
 Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpaadanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan anak. Lingkungan yangdimaksud sering disebut sebagai tripusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Lingkungan keluarga adalah secara umum diartikan sebagai suatu kelompok individu yang terkait dalam ikatan perkawinan, mencakup ayah dan ibu (orang tua) serta anak. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama, yang diselenggarakan dan ditangani langsung oleh orang tuanya.
Menurut Darajat (dalam Yasin, 2007) dalam melaksanakan pendidikan keluarga harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak tak terkecuali di dalam mendidik emosi anak. Pendidik (orang tua) harus memiliki pemahaman tentang perkembangan emosi anak karena anak memiliki ciri khas sendiri dalam perkembangannya.
 Peran dan pengaruh lingkungan keluarga dalam pembentukan karakter ini penting dikarenakan lingkungan keluarga memiliki keistimewaan. Keistimewaan dilingkungan keluarga oleh Wahab (1999) diuraikan sebagai berikut:
a.       Keluarga lajimnya merupakan pihak yang paling awal memberikan banyak perlakuan kepada anak. Begitu anak lahir, lajimnya pihak keluargalah yang langsung menyambut dan memberikan layanan interaktif kepada anak. Apa yang dilakukan dan diberikan oleh pihak keluarga menjadikan sumber perlakuan pertama yang akan mempengaruhi pembentukan karakteristik pribadi dan perilaku anak.
b.       Sebagian besar waktu anak lajimnya dihabiskan di lingkungan keluarga. Besarnya peluang dan kesempatan interaksi dalam keluarga akan sangat mempengaruhi perkembangan anak. Jika kesempatan yang banyak ini diisi dengan hal-hal yang bermakna dan positif bagi perkembangan anak, maka kecenderungan pengaruhnya menjadi positif pula.
c.       Karakteristik hubungan orang tua-anak berbeda dari hubungan anak dengan pihakpihak lainnya (guru, teman dan sebagainya). Kepada orangtua, disamping anak memiliki ketergantungan secara materi, anak juga memiliki ikatan psikologis tertentu yang sejak dalam kandungan sudah dibangun melaui jalinan kasih sayang dan pengaruh pengaruh normatif tertentu.
d.       Interaksi kehidupan orang-tua anak di rumah bersifat “asli” seadanya dan tidak dibuat-buat. Perilaku yang ditampilkan dalam keluarga adalah perilaku wajar dan tidak di buat-buat.
Peran keluarga selain lebih banyak bersifat memberikan dukungan belajar yang kondusif juga memberikan pengaruh pada pembentukan karakter anak, seperti pembentukan perilaku, sikap dan kebiasaan, penanaman nilai, dan perilaku perilaku sejenis.
Radin dalam Wahab (1999) menjelaskan enam kemungkinan cara yang dilakukan orang tua dalam mempengaruhi anak yaitu melalui:
1)      Pemodelan perilaku (modeling of behavior).
2)      Memberikan ganjaran dan hukuman (giving rewards and punisment)
3)      Perintah langsung (direct instruction)
4)      Menyatakan peraturan-peraturan (stating rules)
5)      Nalar (reasoning)
6)      Menyediakan fasilitas atu bahan-bahan dan adegan (providing materials and setting)
2.      Faktor Sekolah 
Lingkungan sekolah memberikan pengaruh yang besar terhadap pembentukan karakter anak dan memiliki peranan yang besar dalam membentuk karakter bangsa, melalui pengembangan kultur akademis dalam lingkungan sekolah dalam membentuk karakter anak didik yang dewasa dan bertanggungjawab karena adanya tata peraturan, norma-norma sosial, pemahaman moral dan etika yang berlaku disuatu sekolah .  Kegagalan dalam mengembangkan keutamaan akademis yang menjadi unsur penting daam pembentukan karakter, maka akan berkembang budaya akademis non-edukatif seperti mencontek, plagiarisme, vandalisme, dll.

3.      Faktor Lingkungan
Kalau dihitung secara kasar, maka sesungguhnya seorang anak lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan ketimbang dengan keluarga atau gurunya. Pagi, anak sudah berangkat ke sekolah. Sekolah ini adalah lingkungan bagi anak, dia belajar, bermain, berinteraksi dengan kawan dan guru. Pulang sekolah, sore dia kembali ke lingkungan sekitar rumah, bermain, bercanda dengan teman main play station, warnet, setelah itu dia akan ke TPA. Baru pulang ke rumah, kerjakan PR, nonton, dan tidur. Keesokan harinya dia akan mengulangi rutinitas seperti hari-hari sebelumnya.
Semakin bertambah umur, anak makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman bermain sebaya (Gunarsa, 1995). Teman-teaman sebaya dapat memberikan stimulasi moral yang belum tentu sama dengan yang diterapkan dirumah. Stimulasi teman dapat menjadi perhatian utama anak dan dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap aturan orangtua atau guru.
Jika lingkungan tempat bermainya tidak terkontrol, kasar, tidak mengenal sopan santun, suka berjudi, main bola sambil berjudi, main kartu, pergaulan muda-mudi yang melampaui batas, maka akan punya dampak sangat hebat terhadap pembentukan karakternya. Akan bertambah sulit memperbaikinya jika orang tua dan keluarga yang lain tidak peduli atau tidak menyadari. Dengan cara begini, maka sesungguhnya cara yang paling baik dalam membentuk karakter seorang anak adalah dengan cara membina dan mengawasi lingkungannya.
4.      Faktor Media Masa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti: televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5.      Faktor Emosional
Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
Sedangkan proses pembentukan karakter menurut Borba, dalam Rose mini (2010) yaitu: “Memiliki karakter yang baik adalah sesuatu yang dapat dipelajari dan dapat mulai dibangun sejak masih balita. Sementara Semiawan (2010) menyatakan bahwa pembentukan karakter anak dimulai sejak dini melalui proses pembelajaran yang bersifat nyata.
Hal ini berarti bahwa pembentukan karakter merupakan proses yang panjang dan lama yang terus berlanjut hingga masa dewasa. melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang prilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang tidak baik, yang tidak boleh dikerjakan.
Menurut Ausabel (dalam Hurlock, 1898) Karakter berkembang pada saat anak mengembangkan aturan dan hukuman dari suara hati kesadaran, yang dijadikan pemandu perilaku. Adanya  perasaan bersalah  (perasaan negatif dari evaluasi diri) yang muncul pada saat seseorang mengetahui bahwa perilakunya bertentangan dengan nilai moral yang dirasanya harus dipatuhi. Perasaan bersalah ini berkembang diawali oleh penerimaan standar benar dan salah, baik dan buruk. Yang kedua anak harus menerima bahwa dirinya harus berprilaku sesuai dengan aturan yang ada dan yang ketiga anak harus memiliki kemampuan kritik diri (self-critical) untuk menyadari bahwa adanya kesenjangan antara perilakunya dan nilai-nilai yang telah ia internalisasikan.
Selain itu anak juga mengembangkan perasaan malu yaitu reaksi emosi yang tidak menyenangkan dari individu  terhadap perilaku  atau hukuman yang negatif  dari dirinya oleh orang lain yang dihasilkan dari self-depreciation pada saat berinteraksi langsung dengan kelompoknya. Perasaan bersalah ini merupakan mekanisme psikologis yang penting pada saat seseorang belajar bersosialisasi dengan budayanya. Jika anak-anak tidak memiliki perasaan bersalah dia akan memiliki sedikit motivasi untuk menerima harapan sosialnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses perkembangan karakter adalah suatu perkembangan yang berkaitan dengan pemahaman dan penalaran seseorang dalam kelompoknya terhadap aturan mengenai nilai-nilai tertentu baik-buruk, benar-salah dan apa yang seharusnya dilakukan dalam melakukan interaksi dengan orang lain, yang dipelajari melalui orangtua, keluarga dan lingkungan tempat dimana anak dibesarkan.
G.      Tayangan TV (Televisi) yang di sukai anak
Pada saat ini banyak anak yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton televisi dari pada belajar, bermain dengan teman sebayanya atau melakun hal yang lainya. Karena mereka sejak lahir telah terbiasa dengan kehadiran media massa. Media massa terutama televisi telah menjadi bagian sehari-hari dari kehidupan anak. Media menjangkau semua orang dimana-mana.
Media massa (televisi) banyak sekali anak anak menyukainya. Karena televisi banyak menyajikan program yang di gemari anak seperti: berita, musik, olah raga, sinetron, kartun, hingga infotainment pun disajikan hampir di setiap stasiun televisi. Tapi pada saat ini tayangan yang membuming yang disukai di kalangan anak-anak adalah tayangan yang menampilkan unsur percintaan, kekerasan, hura-hura dsb.
Anak-anak adalah kalangan mayoritas yang sangat menyukai genre film kartun dan saking memfavoritkan film yang satu ini, anak-anak kadang suka meniru gaya tokoh dalam acara itu. Karena menurut mereka film kartun dari mulai ceritanya yang seru, tokoh-tokoh yang lucu, bentuknya yang aneh-aneh, serta warna-warni film kartun yang menarik sampai dengan model pakaian yang dikenakan oleh si tokoh kartun ternyata menjadi alasan bagi sebagian anak-anak untuk menonton dan menyukainya. Contonya seperti film “Spongebob”. Anak-anak di Indonesia mayoritas sangat menyukai sekali acara spongebob dan anak-anak banyak yang meragakan serta meniru gaya film tersebut. Apalagi anak-anak  sangat suka meniru dan mengikuti lagu yang di menyanyikan pengiring tayangan kartun ini. Walaupun menggunakan bahasa inggris, namun melodinya sangat mudah diingat dan bentuknya yang unik sehingga familiar di kalangan anak-anak.  Dan sampai saat ini pun Spongebob masih ditayangkan di televisi. Satu ciri khas dari kartun ini adalah tidak masuk akal atau unsur pembodohan dan memiliki animasi unik. dalam setiap episodenya, selalu saja ada adegan-adegan tidak masuk akal yang mungkin anak kecil belum mampu mencernanya bahkan orang dewasa sekali pun, dan bahkan film kartun ini tidak layak untuk di tayangkan dan di tonton. Tetapi anak-anak tetap saja meyukai film ini walupun film ini tidak layak untuk di tayangkan.
Dan tak kalah menarik perhatian di kalangan anak-anak saat ini yaitu sinetron yang berbau mistis salah satu contohnya sinetron “GGS (Ganteng Ganteng Srigala)”. Film ini banyak sekali penggemarnya mulai dari anak-anak sampai orang dewasa menyukai film ini. Karena, menurut mereka senetron ini pemerannya cantik-cantik dan ganteng-ganteng, ceritanya menarik, dan gaya pemain GGS sangat keren sehingga sangat banyak anak anak yang mengikuti gaya mereka mulai dari gaya bahasa yang lebay, gaya rambut, gaya pakaiyan dll.
Ada salah satu adegan yang di sukai anak anak yaitu adegan perkelahihan. Dan tak jarang anak memperaktekan adegan perkelahian yang mereka lihat di televisi dengan teman sekolah atau teman mainya di rumah menurut mereka itu keren.
sinetron ini seharusnya dikonsumsi kalangan dewasa kini dengan mudah dapat dikonsumsi oleh anak-anak. Dan sinetron ini merukan sinetron yang tidak layak tayang, karena tidak mendidik dan bahkan ada unsur kekerasan sehingga anak-anak banyak memeraktekannya di dunia nyata.
Selain contoh tayangan di atas anak-anak juga banyak menyukai tayangan yang berbau reliji yang bersifat positif seperti “Hafidz Qur’an”. Sehingga anak-anak dapat termotivasi untuk balajar membaca dan menghafal al-qur’an  dengan benar dengan cara mengikuti gaya baca al-qur’an sang idola yang sudah terlaih dengan baik. Tayangan seperti inilah yang bermutu dan patut di contoh oleh anak-anak dan layak di pertontonkan oleh seluruh anak-anak, sebab tayangan seperti ini merupakan tayangan mendidik anak agar terbiasa belajar al-qu’an dengan baik dan sangat cocok di praktekan di dunia nyata dan di kehidupan sehari-hari.
H.  Dampak tayangan TV (Televisi) terhadap perkembangan karakter anak
Di antara berbagai media massa, televisi memainkan peran yang terbesar dalam menyajikan informasi yang tidak layak dan terlalu dini bagi anak-anak. Pengaruh Media terhadap anak makin besar, teknologi semakin canggih & intensitasnya semakin tinggi. Padahal orangtua tidak punya waktu yang cukup untuk memerhatikan, mendampingi dan mengawasi anak. Anak lebih banyak menghabiskan waktu menonton TV ketimbang melakukan hal lainnya. Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu menyelesaikan masalah. Mereka juga belajar untuk duduk di rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan berolahraga.
 Hal ini menjauhkan mereka dari pelajaran-pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain. Ikatan Dokter Anak Indonesia dalam bloknya “http\pengaruh-nonton-tv-pada-anak-anak.html” mengungkapkan fakta bahwa Anak merupakan kelompok pemirsa yang paling rawan terhadap dampak negatif siaran TV.
Data tahun 2002 mengenai jumlah jam menonton TV pada anak di Indonesia adalah sekitar 30-35 jam/minggu atau 1560-1820 jam/ tahun . Angka ini jauh lebih besar dibanding jam belajar di sekolah dasar. Tidak semua acara TV aman untuk anak, saat ini jumlah acara TV untuk anak usia prasekolah dan sekolah dasar perminggu sekitar 80 judul ditayangkan dalam 300 kali penayangan selama 170 jam. Padahal dalam seminggu ada 24 jam x 7 = 168 jam. Selain sudah sangat berlebihan, acara untuk anak juga banyak yang tidak aman.
Anak-anak lebih bersifat pasif dalam berinteraksi dengan TV, bahkan seringkali mereka terhanyut dalam dramatisasi terhadap tayangan yang ada di televisi. Disatu sisi TV menjadi sarana sebagai media informasi, hiburan bahkan bisa sebagai kemajuan kehidupan, namun disisi lain TV dapat menularkan efek yang buruk bagi sikap, pola pikir, perilaku anak. Misalnya, tayangan seks dan kekerasan. Anak-anak yang masih rentan daya kritisnya, akan mudah sekali terpengaruh dengan isi dan materi tayangan televisi yang ditontonnya, dan pengaruhnya bisa terbawa sampai mereka dewasa.
Televisi si kotak ajaib telah menjadi media yang keberadaannya sangat ditentukan oleh kendali pemakainya. Artinya, Televisi adalah sarana yang berisi tayangan-tayangan. Meskipun Melvin De Fleur menyatakan bahwa televisi mampu mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Tetapi sebenarnya yang salah bukan televisinya tetapi dampak tayangan yang ada dalam televisi. Dengan demikian, persoalan mendasar dari kehadiran media televisi adalah terletak pada dimensi pemanfaatan. Pemanfaatan inilah yang menjadi titik masalah munculnya perilaku-perilaku yang mengkhawatirkan.
Kebiasaan menonton TV dapat membuat anak menjadi pemalu, karena terisolasi dari pergaulannya dengan teman-teman sebaya lainnya. Hal itu yang dapat mempengaruhi psikologis anak menurut Athif Abul Id dan Syeikh Muhamammad Sa’id Marsa dalam bukunya yang berjudul “Bermain lebih baik dari pada nonton TV. Selain itu pola menonton TV yang tidak terkontrol akan menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak. Yang pertama, keterampilan anak jadi kurang berkembang. Usia anak adalah usia dimana si anak sedang mengembangkan segala kemampuannya seperti kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain dan kemampuan mengemukakan pendapat.
Dampak lainnya, disadari atau tidak, perilaku-perilaku yang dilihat di TV akan menjadi satu memori dalam diri si anak dan akibatnya si anak menjadi meniru yang bisa berkembang menjadi karakter pribadinya di kemudian hari, kalau tidak segera diantisipasi. Jadi jangan heran, kalau orangtua melihat tingkah anaknya yang kasar atau suka mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan, meski orang tua setengah mati meyakinkan bahwa mereka tidak pernah mendidik anaknya seperti itu. Bisa jadi, itu akibat pola menonton tv yang tidak terkontrol.
Jalaludin Rahmat memaparkan dalam bukunya “psikologi komunikasi”Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat mempengaruhi kualitas mental dan spiritual anak, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial budaya yang berhubungan dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku di masyarakat, termasuk di dalamnya pengaruh televisi, buku dan media massa. Ketiga lingkungan tersebut saling menopang dalam mempengaruhi perkembangan dan pembentukan karakter anak.
Meskipun pemerintah telah membuat UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran tetapi pelaksanaannya masih setengah hati. Yang paling berperan adalah orangtua sebagai jembatan dalam hubungan antara anak dengan TV menjadi sangat penting. Dampingilah anak-anak dalam menonton TV dan jika hal ini diterapkan dalam kegiatan sehari-hari maka hasilnya sangat positif. Keberadaan orang tua di samping anak pada saat menonton TV dapat menjelaskan secara langsung jika ada adegan-adegan kekerasan. Bila anak-anak menonton TV pastikan mereka benar-benar memahami pendapat yang anda berikan mengenai kekerasan.
Bahaslah cara-cara untuk mengatasi sebuah pertengkaran tanpa harus dengan adanya kekerasan, dengan memberikan contoh-contoh kejadian yang terjadi sehari-hari. Bila anak sudah besar, maka cerita kanlah pengalaman hidup nyata yang berhubungan dengan kekerasan. Jelaskan pula bahwa kekerasan yang ada di TV hanyalah rekayasa dan tidak sungguh-sungguh. Bantulah anak agar dapat bersikap kritis tentang kekerasan di TV, bahwa hal itu sengaja direkayasa untuk ditonton.
Dampak  fositif tayangan televisi di lihat dari aspek pendidikan, yaitu: bahwa pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan akan lebih jelas dan tergambarkan oleh tayangan media audio visual. Tayangan-tayangan informasi, seperti acara keagamaan, berita, dan dialog merupakan jenis tayangan yang bernuansa pendidikan.Penonton akan melakukan hal yang positif dari tayangan tetsebut, seperti tayangan keagamaam mengajak penonton yang tadinya tidak menjalankan ibadahnya, maka dengan menonton akan menjalankan ibadahnya. penonton akan meningkat pengetahuanna, salah satunya melalui tayangan televisi.

F.   Cara mengatasi dampak negatif dari TV terhadap perkembangan karakter                                       
1.    Pengawasan tayangan televisi yang baik untuk anak
Orang tua harus dapat memilih acara yang sesuai dengan usia anak. Jangan biarkan anak menonton acara yang tidak sesuai dengan usianya. Walaupun ada acara yang memang untuk anak-anak, perhatikan dan analisa apakah sesuai dengan anak-anak. Maksudnya tidak ada unsur kekerasan atau hal lain yang tidak sesuai dengan usia mereka.
Selain itu juga orang tua sebaiknya mendampingi anak saat menonton televisi. Tujuannya adalah agar acara televisi yang ditonton oleh anak dapat terkontrol dan orangtua dapat memperhatikan apakah acara tersebut layak ditonton atau tidak. Orangtua juga dapat mengajak anak membahas apa yang ada di televisi dan membuatnya mengerti bahwa apa yang ada di televisi tidak tentu sama dengan kehidupan yang sebenarnya.Orang tua juga harus mengetahui acara favorit anak dan bantu anak memahami pantas tidaknya cara tersebut mereka tonton, ajak mereka menilai karakter dalam acar tersebut secara bijaksana dan positif.
Orangtua sebaiknya tidak meletakkan televisi di kamar anak. Selain untuk mempermudah orangtua mengontrol tontonan anak, juga tidak membuat aktivitas yang seharusnya dilakukan di kamar seperti tidur dan belajar menjadi terganggudan beralih ke televisi.
2.    Pengontrolan waktu menonton televisi yang tepat
Orang tua baiknya memberi kesepakatan dengan jadwal kepada anak tentang mana acara yang boleh ditonton atau tidak, kapan boleh menonton, waktu beribadah, waktu belajar, waktu tidur, bahkan waktu membantu orang tua di rumah dan berikan sanksi bila melanggar.
Periksalah jadwal acara televisi, sehingga orangtua dapat mengatur acara apa yang akan ditonton bersama anak. Dengan mencari dan melihat resensi atau ulasan mengenai film atau acara tersebut orangtua akan tahu garis besar isi acara tersebut sehingga dapat menentukan pantas tidak acara tersebut disaksikan. Orangtua juga harus membiasakan anak tidak menonton televisi di hari-hari sekolah. Ini dimaksudkan untuk menghindari kurangnya waktu belajar anak karena terlalu banyak menonton acara televisi. Di sini orangtua harus memberi contoh dengan tidak banyak menonton televisi. Jika anak melihat orangtuanya sering menonton televisi sedangkan ia tidak diperkenankan tentu anak akan menganggap itu tidak adil.
3.     Pemilihan kegiatan alternatif lain yang baik untuk anak
Orang tua dapat mengajak anak untuk melekukan banyak aktivitas lain selain hanya menonton televisi. Orangtua dapat mengajak anak keluar rumah untuk menikmati alam dan lingkungan, bersosialisasi secara positif dengan orang lain.
Orang tua juga dapat memperkenalkan dan mengajarkannya suatu hobi baru. Kegiatan alternatif tersebut antara lain:
a.       Pergi ke perpustakaan atau ke toko buku terdekat
Membiasakan anak membaca buku merupakan hal yang baik. Bila sempat, sisakan waktu setiap hari, jika tidak, beberapa kali setiap minggu untuk membacakan cerita kepada anak atau biarkan sekali-kali anak yang membacakan cerita. Jangan lupa untuk membahas kembali apa yang telah dibaca. Tanyakan kepada mereka tentang ceritanya, bantu mereka menemukan kosakata baru dan ajak anak untuk membaca beragam macam bacaan. Sediakan sebanyak mungkin buku yang pantas di sekitar rumah dan minta kerjasama keluarga untuk menjadikan buku sebagai hadiah ulangtahun, liburan atau lebaran.
b.      Bercocok tanam
Kebiasaan menonton televisi menjauhkan kita dari alam. Padahal banyak hal yang bisa diajarkan oleh alam, dan yang tidak bias didapatkan dari menonton televisi. Dengan mengajak anak bercocok tanam, bisa mengajarkan kepada anak banyak hal. Mulai membuat taman bunga sendiri, atau bahkan 1 pot saja. Dengan ini anak bisa belajar makna tumbuh dan bertanggung jawab. Jadi setiap kali ia menyiram bunganya di pagi hari, ia akan ingat bahwa tanaman, seperti kita semua itu mulai dari benih, tumbuh, berkembang dan kelak layu dan mati.
c.       Melihat awan
Melihat awan mungkin kedengarannya adalah hal yeng aneh karena kita tidak dibiasakan menikmati langit. Atau kita biasa hanya terpaku dengan indahnya bintang-bintang di malam hari. Padahal awan itu hampir selalu ada, selalu bergerak dan kadang-kadang membentuk hal-hal yang unik, seperti kuda nil, atau pesawat terbang.Para orang tua bisa mengajak anak untuk menggambarkan bentuk apa yang dia lihat di awan. Kadang mereka bisa melihat 1 awan tapi dengan 2 bentuk yang berbeda. Orang tua dan anak juga bisa mengajaknya membuat puisi tentang awan. Atau biarkan mereka mengarang cerita tentang apa kira-kira rasanya bila kita bisa hidup di awan. Hal ini bisa memicu daya imajinasi dan kreativitas.
d.      Menulis surat
Kebiasaan memiliki sahabat pena sudah begitu jauh dari kehidupan anak-anak kita. Dengan teknologi yang kini sudah begitu canggih, anak lebih senang menggunakan telepon untuk bercerita. Tapi ternyata menulis surat melatih banyak hal. Selain mengenali prosedur pengiriman barang (amplop, perangko dan jasa besar pak pos), menulis surat juga melatih motorik dan membuat anak senang bila menerima balasan.

e.       Jalan-jalan
Jalan-jalan itu sebenarnya merupakan kegiatan yang bisa dilakukan dengan mudah dan murah. Tidak perlu banyak mengeluarkan uang. Jalan-jalan ke rumah teman atau sekadar berkeliling lingkungan rumah saja untuk menyapa tetangga. Kita juga bisa berjalan-jalan ke taman kota dan membuat piknik atau sekadar bermain di sana. Jalan-jalan itu baik untuk tubuh karena bisa menurunkan tekanan darah dan resiko terkena penyakit jantung. Dan yang lebih menguntungkan, jalan-jalan juga bias mengurangi berat badan. Jalan-jalan juga bisa menenangkan pikiran dan melepaskan stres. Karena dengan berjalan, otak melepaskan zat yang bisa meringankan tekanan pada otot serta mengurangi kecemasan. Jalan-jalan juga bagus untuk lingkungan. Kalau kita lebih sering berjalan dari pada menggunakan transportasi bermesin, kita bisa menghemat 7 milyar gallon bensin dan 9.5 juta ton asap pembuangan kendaraan bermotor pertahunnya.
f.        Mendengarkan radio atau membaca koran
Anak sekarang sudah jarang sekali mendengarkan radio, apalagi membaca koran. Padahal mungin mereka bisa mendapatkan informasi yang tidak kalah banyaknya dibanding mendengarkan berita di televisi. Radio bisa melatih anak untuk mendengarkan dengan baik dan Koran bisa mengajak anak untuk menambah wawasannya tentang dunia.
g.      Berolahraga
Kadang kata olahraga terdengar berat, tapi setelah dilakukan biasanya menyenangkan. Selain jalan-jalan, bersepeda dan berenang, masih banyak lagi olahraga yang bisa dilakukan bersama keluarga.
h.       Bakti sosial
Orang tua sering lupa mengajak anak untuk memerhatikan orang- orang di lingkungan sekitar yang tidak seberuntung mereka. Dengan mengajak anak untuk bersama-sama membersihkan rumah dan lemari pakaian dari barang-barang yang tidak lagi digunakan tapi masih bagus dan layak pakai untuk disumbangkan ke panti-panti asuhan di sekitar rumah dapat meningkatkan rasa social yang tinggi pada anak.
i.        Mengikuti Kursus
Pelajaran di sekolah sebagian besar hanya melatih otak kiri. Baiknya orang tua tidak lupa untuk melatih otak kanan anak . Ambil les yang menarik dan sesuai dengan bakat anak. Mulai dari les musik dengan piano, gitar, biola atau drumnya, atau les menari mulai dari tarian daerah, tarian modern dan ballet, atau les-les lainnya. Tapi orang tua harus memperhatikan jangan sampai les-les ini menambah beban belajar yang sudah menumpuk di sekolah. Pastikan anak mendapatkan waktu yang cukup untuk istirahat juga.
j.         Mengerjakan keterampilan tangan
Banyak buku sekarang yang mengajarkan membuat keterampilan tangan, sehingga kita bisa melakukannya secara otodidak. Keterampilan tangan bisa dalam bentuk bermacam ragam, mulai dari meyulam, origami sampai membuat bunga dari sabun mandi.
k.      Kunjungan ke kebun binatang atau museum
Kegiatan mengunjungi kebun binatang akan selalu menyenangkan karena kita bisa melihat beragam binatang yang tidak biasa kita lihat sehari-hari. Anak-anak biasanya menyukai hal-hal tersebut. Bila ada waktu dan transportasi, mengunjungi taman safari dan bersentuhan dengan binatang-binatang secara langsung juga bisa dijadikan kegiatan alternatif mengisi waktu luang. Selain itu, museum juga menarik untuk dikunjungi. Dari museum anak-anak bisa banyak belajar tentang sejarah dan melihat langsung artefak-artefak menarik tentang sejarah tersebut.

4.     Pembinaan hubungan komunikasi yang baik antara anak dan orang tua di rumah
Yang menarik adalah hasil studi pakar psikiatri Universitas Harvard, Robert Coles . Temuannya menunjukan bahwa pengaruh negatif tayangan televisi, justru terdapat pada keharmonisan di keluarga. Dalam temuannya, anak-anak yang mutu kehidupannya rendah sangat rawan terhadap pengaruh buruk televisi.
Sebaliknya keluarga yang memegang teguh nilai, etika, dan moral serta orang tua benar-benar menjadi panutan anaknya tidak rawan terhadap pengaruh tayangan negatif televisi. Lebih lanjut Cole menunjukan bahwa mempermasalahkan kualitas tayangan televisi tidak cukup tanpa mempertim-bangkan kualitas kehidupan keluarga. Ini berarti menciptakan keluarga yang harmonis jauh lebih penting ketimbang menuduh tayangan televisi sebagai biangkerok meningkatnya perilaku negatif di kalangan anak dan remaja.
Mungkin kita akan lebih yakin terhadap temuan Coles apabila mengkaji bagaimana proses pembentukan perilaku manusia. Pembentukan perilaku didasarkan pada stimulus yang diterima melalui pancaindra yang kemudian diberi arti dan makna berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan keyakinan yang dimilikinya. Anak, sebagai individu yang masih labil dan mencari jati diri, sangat rentang dengan perilaku peniruan yang akhirnya akan terinternalisasi dan membentuk pada kepribadiannya.
Tayangan televisi yang dilihatnya setiap saat masuk ke dalam otaknya. Bagi anak yang berasal dari mutu kehidupan keluarganya baik, semua yang ia lihat di layar televisi dapat disaring melalui suasana keluarga yang harmonis, dimana orang tuanya bisa menjadi panutan. Komunikasi dan contoh orang tua dalam perilaku sehari-hari membuat benteng yang kokoh dalam membendung semua pengaruh buruk di layar televisi. Sebaliknya, anak yang berasal dari keluarga yang mutu kehidupan keluarganya rendah, semua tayangan di televisi sulit disaring, karena mereka belum bisa membedakan mana perilaku yang baik/buruk. Begitu pula dalam lingkungan keseharian di keluarganya tidak ditemukan sikap dan perilaku normatif yang dapat dijadikan filter tayangan televisi.
Salah satu kegiatan yang bisa membantu proses pembinaan komunikasi antara anak dan orang tua di dalam rumah adalah bercengkrama satu sama lain. Bercengkrama dengan keluarga merupakan sesuatu yang mahal karena penelitian mengatakan bahwa 54% anak berusia 4-6 mengaku lebih senang menonton TV daripada bermain dengan ayahnya. Para orangtua juga mengaku bahwa mereka hanya menghabiskan sekitar 40 menit perhari untuk melakukan percakapan yang berarti dengan anaknya. Kedekatan dengan keluarga tidak bias dibeli. Jangan biarkan televisi mencuri lagi waktu untuk keluarga yang memang sudah tinggal sedikit sekali karena terpotong aktivitas sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Dari pembahasan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      tayangan TV (Televisi) adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup berupa program yang teratur dan berkesinambungan.
2.      Media massa (televisi) banyak sekali anak anak menyukainya. Karena televisi banyak menyajikan program yang di gemari anak seperti: berita, musik, olah raga, sinetron, kartun, hingga infotainment pun disajikan hampir di setiap stasiun televisi. Tapi pada saat ini tayangan yang membuming yang disukai di kalangan anak-anak adalah tayangan yang menampilkan unsur percintaan, kekerasan, hura-hura dsb.
3.      Disatu sisi TV menjadi sarana sebagai media informasi, hiburan bahkan bisa sebagai kemajuan kehidupan, namun disisi lain TV dapat menularkan efek yang buruk bagi sikap, pola pikir, perilaku anak. Misalnya, tayangan seks dan kekerasan. Anak-anak yang masih rentan daya kritisnya, akan mudah sekali terpengaruh dengan isi dan materi tayangan televisi yang ditontonnya, dan pengaruhnya bisa terbawa sampai mereka dewasa.
4.       

BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan
Dari pembahasan diatas penulis dapat mengambil simpulan sebagai berikut :
1.    Tayangan TV (Televisi) adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup berupa program yang teratur dan berkesinambungan.
2.    Media massa (televisi) banyak sekali anak anak menyukainya. Karena televisi banyak menyajikan program yang di gemari anak seperti: berita, musik, olah raga, sinetron, kartun, hingga infotainment pun disajikan hampir di setiap stasiun televisi. Tapi pada saat ini tayangan yang membuming yang disukai di kalangan anak-anak adalah tayangan yang menampilkan unsur percintaan, kekerasan, hura-hura dsb.
3.    Disatu sisi TV menjadi sarana sebagai media informasi, hiburan bahkan bisa sebagai kemajuan kehidupan, namun disisi lain TV dapat menularkan efek yang buruk bagi sikap, pola pikir, perilaku anak. Misalnya, tayangan seks dan kekerasan. Anak-anak yang masih rentan daya kritisnya, akan mudah sekali terpengaruh dengan isi dan materi tayangan televisi yang ditontonnya, dan pengaruhnya bisa terbawa sampai mereka dewasa.
4.    Televisi merupakan sarana yang berisi tayangan-tayangan. Melvin De Fleur menyatakan bahwa televisi mampu mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat terutama prilaku anak. Misalnya si anak suka menonton sinetron Ganteng Ganteng Srigala (GGS) di sinetron ini ada adegan perkelahiyan sesama teman sehingga si anak meniru dan memperaktekannya di dunia nyata dengan teman mainnya sehingga bisa berkembang menjadi karakter pribadinya di kemudian hari, kalau tidak segera diantisipasi.
5.    Apabila pola menonton TV yang tidak terkontrol akan menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak. Contohnya seperti: keterampilan/kemmpuan anak jadi kurang berkembang seperti kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain dan kemampuan mengemukakan pendapat.

B.  Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas penulis memberikan beberapa saran:
a.    Orang tua harus mendampingi dan memilihkan acara tayangan televisi  ketika anak ingin menonton tayangan televisi, agar anak tidak mudah terpengaruh dengan adegan yang di tayangkan di stasiun televisi.
b.    Orang tua harus membatasi waktu anak untuk menonton televisi dan menyuruh anak banyak belajar .
c.    Orang tua harus memberikan teladan yang baik dan terbaik bagi anak, karena jika orang tua salah mendidik pada anak, maka akan berakibat fatal kelak setelah ia dewasa, ia akan menjadi sosok yang tidak mempunyai karakter akibat dari pola asuh yang salah.

Riwayat Hidup Penulis
IMG_20140905_141128.jpgPenulis bernama lengkap Sinta Nurjulaiha dilahirkan di Kuala Tungkal 13 Oktober 1996 anak ketiga dari 6 bersaudara dari pasangan bapak Yayi dan Ibu Parwati.
Penulis menyelesaikan pendidikan pertama di SDN...  pada tahun 2009, lalu penulis melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyyah Jamiatul Khoir di Bumi selama dua semester, kemudian pindah ke Madrasah Tsanawiyyah Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur pada tahun 2012, dan kemudian melanjutkan study nya di di tingkat Mu’allimin yang masih di wilayah Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur.
Selama menjadi santi, penulis pernah aktif di organisasi RG-UG tingkat Tsanawiyyah dan menjabat sebagai bidang PUBLIKASI pada tahun 2011, Penulis juga pernah aktif di organisasi pondok yaitu ISPI dan menjabat sebagai bidang SP (Sarana Pemikiman) pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 penulis menjabat sebagai bidang ORKES (Olah Raga dan Kesenia). Dan sampai sekarang, penulis masih aktif berstatus sebagai santri Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur di tingkat Mu’allimin.
 


 
Daftar Putaka
·         Drs.Alex Sobur, M.Si. (2003) Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia
·         Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.pd. (2000) Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya

·         Abdul majid, Dian andayani. 2010. Pedidikan karakter dalam perspektif Islam. Bandung: Insan Cita Utama
·         Biagi, Shirley. (2010). Media/Impact. Pengantar Media Massa. Jakarta: Salemba Humanika.
·         Graeme, Barton. (2007). Membincangkan Televisi: Sebuah Pengantar Kepada Kajian Televisi. Jalasutra.
·         Mufid, Muhammad. (2005). Komunikasi Regulasi dan Penyiaran. Jakarta: Prenanda Media.
·         Soenarko, bambang. 2010. Konsep pendidikan karakter. Kediri: universitas
·         Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Edisi 3, 2003). (al-Mihrab, Rubrik : Telaah Utama, Edisi 16 Tahun ke-2, Semarang, 2005).
·         Dirto Hadisusanto, dkk. 1995. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta
·         Hurlock, EB. 1978. Perkembangan Anak (terjemahan). Erlangga: Jakarta.

 



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Kebijakan Terhadap Perdagangan Internasional

History Of Medicine